Minggu, 13 Desember 2015

UNDANG-UNDANG, HAKIM DAN HUKUM

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Tugas pokok hakim sebagaimana disebutkan sebelumnya adalah mengadili, memeriksa, dan memutuskan suatu perkara. Hakim tidak boleh menolak perkara dengan alasan hukumnya tidak jelas atau belum ada. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa bagi hakim, memutuskan setiap perkara yang diajukan kepadanya merupakan sebuah kewajiban. Selain itu, hakim juga bertugas untuk menghubungkan aturan abstrak dalam undang-undang dengan fakta konkret dari perkara yang diperiksanya. Dalam hubungan ini, apakah hakim, seperti yang digambarkan oleh Trias Politica Montesquie hanya menerapkan undang-undang, atau hakim harus menggunakan pikirannya atau penalaran logisnya untuk membuat interpretasi atau penafsiran terhadap aturan yang ada dalam perundang-undangan? Perdebatan yang timbul dari pertanyaan tersebut sudah berlangsung dalam waktu yang lama dan melahirkan berbagai aliran pemikiran dalam ilmu hukum
Maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai aliran aliran hukum, diantaranya aliran legisme, aliran  Begriffsjurisprudenze, aliran freiredit schule, dan lainnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Undang-undang, Hakim dan Hukum ?
2.      Apa hubungan Undang-undang, Hakim dan Hukum berdasarkan kepada aliran legisme, aliran  Begriffsjurisprudenze, aliran freiredit schule, aliran Soziologisme Rechts Schule, dan aliran sistem hukum terbuka ?

C.     Tujuan Masalah
1.      Mengetahui pengertian Undang-Undang, Hakim dan Hukum.
2.      Mengetahui hubungan Undang-undang, Hakim dan Hukum berdasarkan kepada aliran legisme, aliran  Begriffsjurisprudenze, aliran freiredit schule, aliran Soziologisme Rechts Schule, dan aliran sistem hukum terbuka ?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Undang-undang, Hakim dan Hukum

                                           I.            Undang – undang
Undang-undang adalah hukum yang telah disahkan oleh badan legislatif atau unsur pemerintahan yang lainnya. Sebelum disahkan, undang-undang disebut sebagai rancangan Undang-Undang. Undang-undang berfungsi untuk digunakan sebagai otoritas, untuk mengatur, untuk menganjurkan, untuk menyediakan (dana), untuk menghukum, untuk memberikan, untuk mendeklarasikan, atau untuk membatasi sesuatu.
Suatu undang-undang biasanya diusulkan oleh anggota badan legislatif (misalnya anggota DPR), eksekutif (misalnya presiden), dan selanjutnya dibahas di antara anggota legislatif. Undang-undang sering kali diamandemen (diubah) sebelum akhirnya disahkan atau mungkin juga ditolak.
Undang-undang dipandang sebagai salah satu dari tiga fungsi utama pemerintahan yang berasal dari doktrin pemisahan kekuasaan. Kelompok yang memiliki kekuasaan formal untuk membuat legislasi disebut sebagai legislator (pembuat undang-undang), sedangkan badan yudikatif pemerintah memiliki kekuasaan formal untuk menafsirkan legislasi, dan badan eksekutif pemerintahan hanya dapat bertindak dalam batas-batas kekuasaan yang telah ditetapkan oleh hukum perundang-undangan.
                                        II.            Hakim
Secara normatif menurut Pasal 1 ayat (5) UU Komisi Yudisial No. 22 Tahun 2004 yang dimaksud dengan hakim adalah  hakim agung dan hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta Hakim Mahkamah Konstitusi sebagimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun  1945. sedangkan secara etimologi atau secara umum, Bambang Waluyo, S.H. menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hakim adalah organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah diletakkan kewajiban dan tanggung  jawab agar hukum dan keadilan itu ditegakkan, baik yang berdasarkan kepada tertulis atau tidak tertulis (mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas), dan tidak boleh ada satupun yang bertentangan dengan asas dan sendi peradilan berdasar Tuhan Yang Maha Esa.
Melihat dari pengertian hakim yang dijabarkan oleh Bambang Waluyo, S.H maka bisa diketahui bahwa yang dimaksud hakim olehnya adalah tidak jauh berbeda dengan apa yang tercantum dalam UU No.22 Th 2004, bukankah hakim agung, hakim yang berada dibawah peradilan, dan juga hakim konstitusi itu juga merupakan organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah diletakkan kewajiban dan tanggung  jawab agar hukum dan keadilan itu dapat ditegakkan. Hal ini senada juga dengan apa yang diungkap kan oleh Al. Wisnu Broto, pendapatnya ialah, yang dimaksud dengan Hakim adalah konkretisasi hukum dan keadilan secara abstrak, Bahkan ada  yang menggambarkan hakim sebagai wakil tuhan di bumi untuk menegakkan hukum dan keadilan
                                     III.            Hukum
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela."
B.     Hubungan Undang-undang, Hakim dan Hukum berdasarkan kepada setiap aliran.

                                           I.            Aliran Legisme
      Aliran ini menganggap bahwa semua hukum terdapat dalam UU.  Atau berarti hukum identik dengan UU. Hakim di dalam melakukan tugasnya terikat pada UU, sehingga pekerjaannya hanya melakukan pelaksanaan UU belaka (wetstoepassing), dengan jalan pembentukan silogisme hukum, atau juridischesylogisme, yaitu suatu deduksi logis dari suatu perumusan yang luas, kepada keadaan khusus, sehingga sampai kepada suatu kesimpulan. Jadi menentukan perumusan preposisi mayor pada keadaan preposisi minor, sehingga sampai pada conclusio, dengan contoh sebagai berikut:
a.       Siapa membeli harus membayar (mayor)
b.      Si “A” membeli (minor)
c.       Si “A” harus membayar (conclusio).

      Menurut aliran ini, mengenai hukum yang primer adalah pengetahuan tentang UU, sedangkan mempelajari yurisprudensi adalah masalah sekunder. (Purnadi Purbacaraka, Soerjono Soekanto, Perundang-undangan dan yurisprudensi, 1979).
Aliran legisme demikian besarnya menganggap kemampuan UU sebagai hukum, termasuk dalam penyelesaian berbagai permasalahan sosial.
Aliran legisme berkeyakinan bahwa semua persoalan sosial akan segera terselesaikan apabila telah dikeluarkan undang-undang yang mengaturnya. Undang-undang dianggapnya sebagai obat yang mujarab, obat yang manjur. Undang-undang adalah segala-galanya, sekalipun pada kenyataannya tidak demikian. Pengaruh aliran ini masih berlangsung dibeberapa negara yang telah maju sekalipun. Aliran Legisme mempunyai kurang dan lebihnya . Kelebihannya adalah adanya sebuah kepastian hukum yang dirumuskan karena ada  sebuah kodifikasi, lalu kekurangannya adalah Undang-undang sering ketinggalan zaman, sehingga banyak kejahatan yang tidak termasuk Undang-undang dan hilangnya rasa keadilan . Dengan kata lain aliran ini mengartikan bahwa “ Hukum untuk manusia, bukan manusia untuk hukum “.
      Contoh aliran legisme: ada nenek yang mengambil 2 batang cokelat tanpa meminta dan membayar. lalu hakim mengsilogismekannya dengan KUHP pasal 362 yang berbunyi “ Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak 60 rupiah *tempo dulu*. Setelah disilogismekan hasilnya adalah nenek itu mencuri 2 batang cokelat dan masuk dalam tindak pidana pencurian pasal 362. Lalu di vonis dengan penjara selama 4 tahun karena sudah terbukti secara sah dan meyakinkan.
                                        II.            Aliran Begriffsjurisprudenz
Aliran yang membolehkan hakim melakukan penemuan hukum, diawali dengan yang dikenal sebagai begriffsjurisprudenz. Aliran ini memulai memperbaiki kelemahan yang ada pada ajaran legisme.
Aliran ini mengajarkan bahwa sekalipun benar undang-undang itu tidak lengkap, namun undang-undang masih dapat menutupi kekurangan-kekurangannya sendiri, karena undang-undang memiliki daya meluas.
Aliran ini memandang hukum sebagai satu sistem tertutup, di mana pengertian hukum tidaklah sebagai sarana melainkan sebagai tujuan, sehingga teori hukum menjadi teori tentang pengertian (Begriffsjurisprudenz).
Aliran ini lebih memberikan kebebasan kepada hakim daripada legisme. Hakim tidak perlu terikat pada bunyi undang-undang, tetapi dapat mengambil argumentasinya dari peraturan hukum yang tersirat dalam undang-undang. Dengan demikian, peradilan lebih bersandar pada ilmu hukum. Maka kegiatan hakim terdiri dari sistematisasi, penghalusan hukum dan pengolahan hukum dalam sistem itu melalui penjabaran logis peraturan undang-undang menjadi berbagai asas hukum. (Mertokusumo, 2001: 96).
                                     III.            Aliran Freiredits Schule
        Sebagai kritikan terhadap aliran Begriffsjurisprudenz, muncul aliran Interessenjurisprudenz (Freirechtsshule). Menurut aliran ini, undang-undang jelas tidak lengkap. Undang-undang bukan satu-satunya sumber hukum, sedangkan hakim dan pejabat lainnya mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya untuk melakukan “penemuan hukum” dengan memperluas dan membentuk peraturan melalui putusannya. Untuk mencapai keadilan yang setinggi-tingginya, hakim bahkan boleh menyimpang dari undang-undang demi kemanfaatan masyarakat. Hanya saja, adanya kebebasan hakim dalam membuat keputusan dan peraturan, memungkinkan terjadi kesewenang-wenangan hakim dalam membuat keputusan. Itulah salah satu kelemahan yang dialamatkan pada aliran ini.
      Ini adalah contoh aliran Freiredits Schule: Fauzi menjadi hakim (amin), terus ada kasus tentang seseorang yang mencuri uang dengan menggunakan internet (Crack/hacker). lalu didalam kodifikasi tidak diatur pencurian dengan menggunakan internet, tetapi karena Fauzi menggunakan aliran bebas sebagai pencipta hukum, maka Fauzi memutus bahwa itu termasuk tindakan pidana pencurian walaupun lewat dunia internet. Sehingga keputusan Fauzi ini disebut Aliran bebas dan menjadi Sumber Yurisprudensi.
      Freirechtsschule memiliki kurang dan lebihnya. Kelebihannya adalah hukumnya selalu mengikuti perkembangan zaman  sehingga dirasakan lah keadilan sedangkan kekurangannya adalah tidak ada sebuah kepastian hukum karena tidak ada kodifikasi secara lengkap dan sangat memerlukan hakim yang memiliki rasa keadilan yang tulus tidak mau terbujuk oleh KKN (Korupsi , Kolusi dan Nepotisme).

                                     IV.            Aliran Soziologisme Rechts Schule
Reaksi terhadap Aliran Freiredits Schule, aliran ini memunculkan aliran soziologische rechtsshule yang pada pokoknya hendak menahan kemungkinan munculnya kesewenang-wenangan hakim. Aliran ini tidak setuju jika hakim diberi kebebasan dalam membuat peraturan, akan tetapi tetap mengakui bahwa hakim tidak hanya sekedar “terompet undang-undang”, melainkan di samping berdasarkan pada undang-undang, hakim juga harus memperhatikan kenyataan-kenyataan masyarakat, perasaan dan kebutuhan hukum warga masyarakat serta kesadaran hukum warga masyarakat. Aliran ini menolak adanya kebebasan dari hakim sebagaimana yang diinginkan freirechtsshcule.
Aliran ini menuntut adanya hakim yang memiliki wawasan ilmu dan pengetahuan yang cukup luas, bukan sekedar menguasai peraturan-peraturan hukum yang tertuang dalam berbagai perundang-undangan, melainkan juga menguasai ilmu ekonomi, sosiologi, politik, antropologi, dan lain-lain. Untuk memperoleh hakim yang berkualitas seperti itu, banyak ditentukan pula oleh “proses rekrutmen” calon hakim. Sebaiknya yang diterima sebagai calon hakim adalah lulusan-lulusan terbaik dari fakultas-fakultas hukum serta yang memiliki mentalitas yang cukup baik. Selain itu, peningkatan kualitas bagi para hakim sendiri juga harus senantiasa dilakukan, baik dengan penataran atau kursus-kursus, maupun dengan sering-sering mengikutkan para hakim dalam pertemuan-pertemuan ilmiah seperti seminar, simposium, dan sebagainya.
                                        V.            Aliran Sistem Hukum Terbuka
      Aliran Sistem Hukum Terbuka (open system v/h recht) diwakili oleh Paul Scholten, berpendapat bahwa hukum itu merupakan suatu sistem; bahwa semua peraturan-peraturan itu saling berhubungan yang satu ditetapkan oleh yang lain; bahwa peraturan-peraturan tersebut dapat disusun secara mantik dan untuk yang bersifat khusus dapat dicari aturan-aturan umumnya, sehingga sampailah pada asas-asas. Tapi ini tidaklah berarti bahwa dengan bekerja secara mantik semata-mata untuk untuk tiap-tiap hal dapat dicarikan keputusan hukumnya. Sebab disamping pekerjaan intelek, putusan itu selalu didasarkan pada penilaian yang menciptakan sesuatu yang baru. Sistem hukum ialah suatu susunan atau tatanan yang diatur, suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan antara yang satu dengan yang lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu pemikiran, untuk mencapai suatu tujuan (Prof. R. Subekti, S.H.).
Betul bahwa sistem hukum itu bersifat logis, tetapi karena sifatnya sendiri, ia tidak tertutup, tidak beku, sebab ia memerlukan putusan-putusan atau penetapan-penetapan, yang selalu akan menambah luasnya sistem tersebut. Oleh karena itu, tepat untuk dikatan sistem terbuka.











BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian tersebut diatas dapat maka kami sebagai penulis dapat menarik kesimpulan yakni :
1.      bahwa di dalam tiap-tiap aliran itu terdapat sesuatu yang dapat dibenarkan serta dapat diambil manfaatnya serta aliran sistem hukum terbukalah yang meletakkan persoalan undang-undang, hakim,  dan hukum ini secara lebih tepat, Berdasarkan pandangan ini, maka hukum perdata merupakan bagian dari subsistem dari hukum nasional oleh karena itu asas hukum perdata harus sesuai dan seirama denagn asas hukum nasional.

2.      Dalam menjalankan aktivitas kehidupan kita sehari-hari, sebagai seorang warganegara yang baik hendaklah kita mematuhi dan mentaati hukum yang berlaku baik itu hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis di dalam masyarakat.

Rizqy Rustandi