BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Demokrasi adalah bentuk atau
mekanisme sistem pemerintahan suatu Negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan
rakyat (kekuasaan warga negara) atas Negara untuk dijalankan oleh pemerintah Negara
tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi
ketiga kekuasaan politik Negara (eksekutif, yudikatif, dan legislatif) untuk
mewujudkan dalam tiga jenis lembaga Negara yang saling lepas (independen)
berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan
independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga
negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Indonesia
adalah salah satu negara yang menjunjung tinggi demokrasi, untuk di Asia
Tenggara Indonesia adalah negara yang paling terbaik menjalankan demokrasinya, ini patut kita
apresiasi dan junjung tinggi demokrasi dari masa kemasa dan mungkin kita bisa
merasa bangga dengan keadaan itu.
Didalam praktek
kehidupan kenegaraan sejak masa awal
kemerdekaan hingga saat ini, ternyata paham demokrasi perwakilan yang
dijalankan di Indonesia terdiri dari beberapa model demokrasi perwakilan yang saling berbeda
satu dengan lainnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
pengertian dan sejarah demokrasi di Dunia ?
2.
Bagaimanakah
pelaksanaan demokrasi di Indonesia dari masa ke masa?
3.
Bagaimana
pelaksanaan demokrasi yang ideal?
4.
Bagaimana
pandangan Islam terhadap demokrasi?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian
dan sejarah dari demokrasi.
2.
Paham akan
pelaksanaan demokrasi di Indonesia dari masa ke masa.
3.
Mengetahui
pelaksanaan demokrasi di Indonesia saat ini.
4.
Mengetahui gambaran
pelaksanaan demokrasi yang ideal.
5.
Memberikan penjelasan mengenai pandangan Islam
terhadap demokrasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Demokrasi
Demokrasi menurut pendapat Joseph A.
Schmeter, Demokrasi adalah suatu perencanaan institusional untuk mencapai
keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk
memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
Menurut pandangan Sidney Hook, Pengertian
Demokrasi ialah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang
penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan
mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
Philippe C. Schmitter
mengemukakan pengertian demokrasi, Demokrasi merupakan suatu sistem
pemerintahan dimana pemerintah diminta tanggung jawab atas tindakan-tindakan
mereka di wilayah publik oleh warga negaranya, yang bertindak baik secara tidak
langsung melalui kompetisi dan kerja sama dengan para wakil mereka yang telah
terpilih.
Pengertian Demokrasi menurut Henry B. Mayo,
Demokrasi sebagai sistem politik yaitu suatu sistem yang menunjukkan bahwa
kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi
secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan
atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya
kebebasan politik.
Dari pengertian demokrasi yang disampaikan di
atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Hakikat Demokrasi adalah peran utama
rakyat dalam proses sosial politik. Dengan kata lain, pemerintahan demokrasi
adalah pemerintahan di tangan rakyat yang mengandung pengertian tiga hal :
1)
Pemerintahan itu dari rakyat,
2)
Pemerintahan
itu oleh rakyat dan
3)
Pemerintahan itu untuk rakyat.
Dari
ketiga faktor pemerintahan yang demokrasi ini merupakan tolak ukur umum dari
suatu pemerintahan yang demokratis.
1.
Pengertian Pemerintahan dari rakyat adalah
suatu pemerintahan yang sah dimana mendapat pengakuan dan dukungan dari
mayoritas rakyat melalui mekanisme demokrasi (pemilihan umum). Pengakuan dan
dukungan rakyatnya sangatlah penting bagi suatu pemerintahan, karena
dengan legitimasi politik tersebut pemerintah dapat menjalankan roda birokrasi
dan program-programnya sebagai wujud dari amanat yang diberikan oleh rakyat
kepadanya.
2.
Pengertian Pemerintahan untuk rakyat ialah
suatu pemerintahan menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat, bukan disebabkan
oleh dorongan pribadi elite negara (elite birokrasi). Selain pengertian ini,
unsur kedua ini juga mengandung pengertian bahwa dalam menjalankan
kekuasaannya, pemerintah selaku pemegang kekuasaan berada dalam pengawasan
rakyat. Pengawasan ini dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat maupun tidak
langsung melalui para wakilnya di parlemen. Dengan adanya pengawasan oleh para
wakil rakyat di parlemen, maka ambisi otoritarianisme dari para penyelenggara
negara dapat dihindari.
3.
Pengertian Pemerintahan untuk rakyat yaitu
bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah harus dijalankan
untuk kepentingan rakyatnya. Hal ini dimaksudkan agar kepentingan rakyat umum
harus dijadikan landasan utama kebijakan sebuah pemerintahan yang demokratis.
Demi
terciptanya proses demokrasi setelah terbentuknya sebuah pemerintahan
demokratis lewat mekanisme pemilu demokratis, maka negara memiliki kewajiban
untuk membuka saluran-saluran demokrasi. Selain saluran demokrasi formal lewat
partai politik dan DPR, untuk mendapat masukan dan kritik dari warga negara
dalam rangka terjadinya kontrol terhadap jalannya pemerintahan, pemerintah yang
demokratis memiliki kewajiban menyediakan dan menjaga saluran-saluran demokrasi
nonformal yang bisa berupa penyediaan fasiltas-fasilitas umum atau ruang publik
sebagai sarana interaksi sosial, contohnya stasiun radio dan televisi, taman
dan lain sebagainya.
B.
Sejarah Demokrasi
Berbicara mengenai sejarah demokrasi
di Dunia dan di Indonesia, konsep demokrasi lahir dari tradisi Yunani tentang
hubugan negara dan hukum yang dipraktikkan antara abad ke 6 SM sampai abad ke 4
M. Pada masa itu demokrasi yang dipraktikkan berbentuk demokrasi langsung,
yaitu dimana hak rakyat dalam membuat keputusan politik dijalankan secara
langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan prosedur mayoritas.
Demokrasi
langsung tersebut berjalan secara efektif karena negara kota Yunani Kuno
merupakan sebuah kawasan politik yang tergolong kecil, yaitu sebuah wilayah
dengan jumlah penduduk tidak lebih dari 300.000 penduduk. Yang unik dari
demokrasi Yunani itu adalah ternyata hanya kalangan tertentu (warga negra
resmi) yang dapat menikmati dan menjalankan sistem demokrasi awal tersebut.
Sementara masyarakatnya berstatus budak, pedagang asing, anak-anak dan
perempuan tidak bisa menikmati demokrasi.
Dalam sejarah demokrasi, demokrasi
Yunani Kuno berakhir pada abad pertengahan. Pada masa itu masyarakat Yunani
berubah menjadi masyarakat feodal yang ditandai oleh kehidupan keagamaan
terpusat pada Paus dan pejabat agama dengan kehidupan politik yang diwarnai
dengan perbutan kekuasaan di kalangan para bangsawan.
Sejarah demokrasi selanjutnya tumbuh
kembali di Eripa menjelang akhir abad pertengahan, ditandai oleh lahirnya Magna
Charta (piagam besar) di negara Inggris. Magna Charta adalah suatu
piagam yang dimana memuat perjanjian antara kaum bangsawan dan Raja John
Inggris. Dalam piagam Magna Charta menegaskan bahwa Raja mengakui dan menjamin
beberapa hak dan hak khusus bawahannya. Dalam hal ini terdapat dua hal yang
sangat mendasar pada piagam ini, adanya pembatasan kekuasaan raja dan HAM (Hak
Asasi Manusia) lebih penting daripada kedaulatan rakyat.
Dalam sejarah demokrasi, momentum
lainnya yang menandai kemunculan kembali demokrasi di Eropa yaitu gerakan
pencerahan dan reformasi. Gerakan pencerahan adalah gerakan yang menghidupkan
kembali minat pada budaya dan sastra Yunani Kuno. Gerakan reformasi yaitu
penyebab lain kembalinya tradisi demokrasi di Barat, setelah pernah tenggelam
pada abad pertengahan tersebut. Gerakan reformasi adalah gerakan revolusi agama
di Eropa pada abad ke 16. Tujuan dari gerakan ini yaitu gerakan kritis terhadap
kebekuan doktrin gereja.
Lahirnya istilah kontrak sosial
antara yang berkuasa dan yang dikuasai tidak lepas dari dua filsuf Eropa, John
Locke dari Inggris dan Monstesquieu dari Perancis. Pemikiran keduanya telah
berpengaruh pada ide dang gagasan pemerintah demokrasi. Menurut Locke,
hak-hak politik rakyat mencakup hak atas hidup, kebebasan dan juga hak
kepemilikan, sedangkan menurut Montesquieu sistem politik tersebut
adalah melalui prinsip trias politica. Trias Politica adalah suatu
sistem dimana pemisahan kekuasaan dalam negara menjadi tiga bentuk kekuasaan,
yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif.
Gagasan
demokrasi dari kedua filsuf Eropa itu pada akhirnya berpengaruh pada kelahiran
konsep konstitusi demokrasi Barat. Konstitusi demokrasi yang bersandar pad
trias politica ini selanjutnya berakibat pada munculnya konsep negara
kesejahteraan. Konsep negara kesejahteraan tersebut pada intinya merupakan
suatu konsep pemerintahan yang memprioritaskan kinerja pada peningkatan
kesejahteraan warga negara.
Sejarah demokrasi di Indonesia, Sejak
Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17 Agustus
1945, para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui UUD 1945
(yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945) telah menetapkan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia menganut paham atau ajaran demokrasi, dimana
kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan Rakyat dan dilaksanakan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dengan demikian berarti
juga NKRI tergolong sebagai negara yang menganut paham Demokrasi Perwakilan
(Representative Democracy).
Penetapan
paham demokrasi sebagai tataan pengaturan hubungan antara rakyat disatu pihak
dengan negara dilain pihak oleh Para Pendiri Negara Indonesia yang duduk di
BPUPKI tersebut, kiranya tidak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa sebagian
terbesarnya pernah mengecap pendidikan Barat, baik mengikutinya secara langsung
di negara-negara Eropa Barat (khususnya Belanda), maupun mengikutinya melalui
pendidikan lanjutan atas dan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia sejak beberapa dasawarsa sebelumnya,
sehingga telah cukup akrab dengan ajaran demokrasi yang berkembang di
negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Tambahan lagi suasana pada saat
itu (Agustus 1945) negara-negara penganut ajaran demokrasi telah keluar sebagai
pemenang Perang Dunia-II.
Didalam
praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal kemerdekaan hingga saat ini,
ternyata paham demokrasi perwakilan yang dijalankan di Indonesia terdiri dari
beberapa model demokrasi perwakilan yang saling berbeda satu dengan lainnya.
C.
Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Pengertian dan pelaksanaan demokrasi disetiap
negara berbeda, hal ini ditentukan oleh sejarah, budaya dan pandangan hidup,
dan dasar negara serta tujuan negara tersebut. Sesuai dengan pandangan hidup
dan dasar negara, pelaksanaan demokrasi di Indonesia mengacu pada landasan
idiil dan landasan konstitusional UUD 1945. Dasar demokrasi Indonesia adalah
kedaulatan rakyat seperti yang tercantum dalam pokok pikiran ketiga pembukaan
UUD 1945: “Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar
kerakyatan, permusyawaratan/perwakilan”. Pelaksanaannya didasarkan pada UUD
1945 Pasal 1 ayat (2) “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan
menurut UUD”.
Negara Indonesia merupakan salah
satu Negara berkembang yang berusaha untuk membangun sistem politik demokrasi
sejak menyatakan kemerdekaan dan kedaulatannya pada Tahun 1945. Namun, banyak
kalangan berpendapat bahwa sesungguhnya Negara Indonesia hingga sekarang ini
masih dalam tahap “ demokratisasi” artinya, demokrasi yang kini di bangun
belum benar-benar berdiri dengan mantap.
Sejak awal kemerdekaan Negara
Indonesia berbagai hal berkenaan dengan hubungan Negara dan masyarakat telah
diatur di dalam UUD 1945 para founding father (pendiri Negara) berkeinginan
kuat sistem politik Indonesia mampu mewujudkan pemerintahan yang melindungi
segenap tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan ikut serta
dalam perdamaian dunia.
Pelaksanaan
demokrasi di Indonesia dalam perjalanannya mengalami pasang surut. Hal itu di
tandai dengan perubahan bentuk demokrasi yang pernah di laksanakan di
Indonesia.
Miriam Boedihardjo menyatakan bahwa
dipandang dari sudut perkembangan sejarah demokrasi Indonesia sampai dengan
masa Orde Baru dapat dibagi dalam tiga masa, yaitu:
1.
Masa Republik I yang dinamakan masa demokrasi
parlementer;
2.
Masa Republik II, yaitu masa demokrasi
terpimpin;
3.
Masa Republik
III, yaitu masa demokrasi Pancasila yang menonjolkan sistem presidensial.
Pelaksanaan
demokrasi di Indonesia dapat dibagi kedalam lima periode.
1.
Pelaksanaan demokrasi masa revolusi (1945-1950)
2.
Pelaksanaan demokrasi masa Orde Lama
a.
Masa demokrasi liberal (1950-1959)
b.
Masa demokrasi terpimpin (1959-1965)
3.
Pelaksanaan demokrasi masa Orde Baru
(1966-1998)
4.
Pelaksanaan demokrasi masa transisi (1998-1999)
5.
Pelaksanaan demokrasi masa Reformasi
(1999-sekarang).
1)
Pelaksanaan Demokrasi Masa Revolusi (1945-1950)
Tahun 1945 – 1950, Indonesia masih
berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia. Pada saat itu
pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih
adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi
kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi
sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan
oleh Presiden denan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara
Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah mengeluarkan:
·
Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16
Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga legislatif.
·
Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945
tentang Pembentukan Partai Politik.
·
Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945
tentang perubahan sistem pemerintahn presidensil menjadi parlementer
2)
Pelaksanaan Demokrasi Masa Orde Lama
(1950-1965)
a.
Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)
Pelaksanaan demokrasi liberal sesuai
dengan konstitusi yang berlaku saat itu, yakni Undang Undang Dasar Sementara
1950. Kondisi ini bahkan sudah dirintis sejak dikeluarkannya maklumat
pemerintah tanggal 16 Oktober 1945 dan maklumat tanggal 3 November 1945, tetapi
kemudian terbukti bahwa demokrasi liberal atau parlementer yang meniru sistem
Eropa Barat kurang sesuai diterapkan di Indonesia. Tahun 1950 sampai 1959
merupakan masa berkiprahnya parta-partai politik. Dua partai terkuat pada masa
itu (PNI & Masyumi) silih berganti memimpin kabinet. Sering bergantinya
kabinet sering menimbulkan ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi,
sosial, dan keamanan. Ciri-ciri demokrasi liberal adalah sebagai berikut :
1.
Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat
diganggu gugat
2.
Menteri bertanggung jawab atas kebijakan
pemerintah
3.
Presiden bisa dan berhak berhak membubarkan DPR
4.
Perdana Menteri diangkat oleh Presiden.
Adapun
kabinet-kabinet pada masa demokrasi liberal, yaitu:
1.
KABINET NATSIR
(6 September 1950 – 21 Maret 1951)
Merupakan
kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi.
Dipimpin
Oleh : Muhammad
Natsir.
2.
KABINET SUKIMAN
(27 April 1951 – 3 April 1952)
Merupakan
kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI.
Dipimpin
Oleh: Sukiman
Wiryosanjoyo
3.
KABINET WILOPO
(3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet
yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam biangnya.
Dipimpin Oleh : Mr. Wilopo
4.
KABINET ALI
SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan
NU.
Dipimpin Oleh : Mr. Ali Sastroamijoyo
5.
KABINET
BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Dipimpin
Oleh : Burhanuddin
Harahap
6.
KABINET ALI
SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai
yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Dipimpin Oleh : Ali Sastroamijoyo
7.
KABINET
DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet
yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk
karena Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS
1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik.
Dipimpin Oleh : Ir. Juanda
Namun
demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :
·
Dominannya partai politik
·
Landasan sosial ekonomi yang masih lemah
·
Tidak mampunya konstituante bersidang untuk
mengganti UUDS 1950
·
Atas dasar kegagalan itu maka Presiden
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
·
Bubarkan konstituante
·
Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
·
Pembentukan MPRS dan DPAS
b.
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Demokrasi terpimpin adalah sebuah
sistem demokrasi dimana seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada
pemimpin negara. Konsep sistem Demokrasi Terpimpin pertama kali diumumkan oleh
Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 November
1956. Masa demokrasi terpimpin (1957-1965) dimulai dengan tumbangnya demokrasi
parlementer atau demokrasi liberal yang ditandai pengunduran Ali Sastroamidjojo
sebagai perdana mentri. Namun begitu, penegasan pemberlakuan demokrasi
terpimpin dimulai setelah dibubarkannya badan konstituante dan dikeluarkannya
dekrit presiden 5 Juli 1959.
Pengertian demokrasi terpimpin
menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk
mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif
revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri:
1.
Dominasi Presiden
2.
Terbatasnya peran partai politik
3.
Berkembangnya pengaruh PKI.
Ketegangan-ketegangan politik yang
terjadi pasca Pemilihan Umum 1955 membuat situasi politik tidak menentu. Kekacauan
politik ini membuat keadaan negara menjadi dalam keadaan darurat. Hal ini
diperparah dengan Dewan Konstituante yang mengalami kebuntuan dalam menyusun
konstitusi baru, sehingga negara Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang
mantap. Berikut latar belakang munculnya penerapan demokrasi terpimpin oleh
Presiden Soekarno.
Penyimpangan
masa demokrasi terpimpin antara lain:
1.
Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai
banyak yang dipenjarakan
2.
Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya
dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR
3.
Jaminan HAM lemah
4.
Terjadi sentralisasi kekuasaan
5.
Terbatasnya peranan pers
6.
Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke
RRC (Blok Timur.
Akhirnya terjadi peristiwa
pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI yang menjadi tanda akhir dari
pemerintahan Orde Lama.
3)
Pelaksanaan Demokrasi Masa Orde Baru
(1966-1998)
Dinamakan juga demokrasi pancasila.
Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11
Maret 1966, Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekwen. Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat
pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde
baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,
dan 1997.
Namun
demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:
1.
Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan
tidak ada
2.
Rekrutmen politik yang tertutup
3.
Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
4.
Pengakuan HAM yang terbatas
5.
Tumbuhnya KKN yang merajalela
Sebab
jatuhnya Orde Baru:
1.
Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
2.
Terjadinya krisis politik
3.
TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan
orba
4.
Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut
Presiden Soeharto untuk turun jadi Presiden.
Berakhirnya masa orde baru
ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden
BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.
4)
Pelaksanaan Demokrasi Masa Transisi (1998-1999)
Masa transisi berlangsung tahun
1998-1999. Pada masa ini terjadi penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto
yang mengundurkan diri kepada Wakil Presiden B. J. Habibie pada tanggal 21 Mei
1998, jadi Presiden RI pada waktu itu digantikan oleh B. J. Ha Habibie.
Hal ini disebut masa transisi, yaitu perpindahan pemerintahan.
Demokrasi terpimpin, juga disebut demokrasi
terkelola adalah istilah untuk sebuah pemerintahan demokrasi
dengan peningkatan otokrasi. Pemerintahan negara dilegitimasi oleh pemilihan
umum yang walaupun bebas dan adil, digunakan oleh pemerintah untuk melanjutkan
kebijakan dan tujuan yang sama. Atau, dengan kata lain, pemerintah telah
belajar untuk mengendalikan pemilihan umum sehingga pemilih dapat melaksanakan
semua hak-hak mereka tanpa benar-benar mengubah kebijakan publik. Walaupun
mengikuti prinsip-prinsip dasar demokrasi, dapat timbul penyimpangan kecil
terhadap otoritarianisme. Dalam demokrasi terpimpin, pemilih dicegah untuk
memiliki dampak yang signifikan terhadap kebijakan yang dijalankan oleh negara
melalui pengefektifan teknik kinerja humas yang berkelanjutan.
5)
Pelaksanaan
Demokrasi Masa Reformasi (1999-Sekarang)
Demokrasi yang
dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan
mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, dengan penyempurnaan pelaksanaannya
dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak demokratis, dengan meningkatkan
peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan menegaskan fungsi,
wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan
tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan
yudikatif.
Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR – MPR hasil Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain.
Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR – MPR hasil Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain.
Masa
reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
1.
Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998
tentang pokok-pokok reformasi
2.
Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan
tap MPR tentang Referandum
3.
Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang
penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
4.
Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan
Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI
5.
Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I,
II, III, IV
Pada Masa
Reformasi berhasil menyelenggarakan pemilihan umum dan sudah dua kali melaksanakan
pemilihan umum secara demokrasi yaitu pada tahun 1999 dan tahun 2004.
D.
Pelaksanaan
Demokrasi Yang Ideal
Menurut Dahl, berkaitan dengan
problem pluralisme demokrasi,proses demokrasi yang ideal hendaknya memenuhi 5
kriteria:
1)
Persamaan
hak pilih : Dalam mebuat keputusan kolektif yang mengikat, hak istimewa dari
setiap warga Negara seharusnya diperhatikan secara berimbang dalam menentukan
keputusan terakhir.
2)
Partisipasi
efektif : Dalam seluurh proses pembuatan keputusan secara kolektif, termasuk
tahap penentuan agenda kerja, setiap warga Negara harus mempunyai kesempatan
yang sama dan memadai untuk menyatakan hak-hak istimewanya dalam rangka
mewujudkan kesimpulan terakhir.
3)
Pembenaran
kebenaran : Dalam waktu yang dimungkinkan, karena keperluan untuk suatu
keputusan, setiap warga Negara harus mempunyai peluang yang sama dan memadai
untuk melakukan penilaian logis demi mencapai hasil yang paling diinginkan.
4)
Kontrol
Terakhir terhadap agenda : Masyarakat harus mempunyai kekuasaan eksklusif untuk
menentukan soal-soal mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui
proses-proses yang memenuhi ketiga criteria yang disebut pertama. Dengan cara
lain, tidak memisahkan masyarakat dari hak kontrolnya terhadap agenda dan dapat
mendelegasikan wewenang kekuasaan kepada orang-orang lain yang mungkin dapat
membuat keputusan-keputusan lewat proses non demokrasi.
5)
Pencakupan
: Masyarakat harus meliputi semua orang dewasa dalam kaitannya dengan hukum,
kecuali pendatang sementara.
E.
Pandangan Islam Terhadap Demokrasi
Perdebatan tentang hubungan antara
Islam dan demokrasi sebagaimana diakui oleh Mun’im A. Sirry memang masih menjadi perdebatan yang belum
terselesaikan. Berdasarkan pemetaan yang dikembangkan oleh Jhon L. Esposito dan
James P. Piscatory secara umum dapat
dikelompokkan dalam tiga kelompok pemikiran.
Pertama,
Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda. Islam dipandang
sebagai sistem politik alternatif terhadap demokrasi. Demokrasi sebagai sistem
barat tidak tepat untuk dijadikan acuan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sementara Islam sebagai agama kaffah
yang tidak hanya mengatur aspek teologi (aqidah) dan ibadah, melainkan mengatur
segala aspek kehidupan umat manusia. Ini diungkapkan oleh elit kerajaan Arab
Saudi dan elit politik Iran pada masa awal revolusi Iran, Syekh FadhAllah Nuri,
Sayyid Qutb, Thabathabi, Al-Sya’rawi dan Ali Benhadj.
Kedua,
kelompok yang menyatakan bahwa Islam dan Demokrasi merupakan konsep yang
sejalan setelah diadakan penyesuaian penafsiran terhadap konsep demokrasi itu
sendiri. Diantara tokoh dari kelompok ini adalah al-Maududi, Abdul Fattah
Morou, dan Taufiq Asy-Syawi.
Ketiga,
Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem demokrasi .
Pandangan ini yang paling dominan yang ada di Indonesia, karena demokrasi sudah
menjadi bagian integral sistem pemerintahan Indonesia dan Negara-negara Islam
lainnya. Diantara tokoh-tokohnya yaitu,
Fahmi Huwaidi, al-Aqqad, M Husain Haekal, Robert N. Bellah. Di Indonesia
diwakili oleh Nurcholis Majid , Amien Rais, Munawir Syadzali, A. Syafi’i
Ma’arif dan Abdurrahman Zahid.
Penerimaan
Negara-negara Islam terahadap demokrasi bukan bararti demokrasi dapat
berkembang dengan cepat secara otomatis.
Ada beberapa alasan teoritis yang
dapat menjelaskan tentang lambatnya pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di
dunia Islam.
a.
Pemahaman
doktrinal menghambat praktek demokrasi. Hal ini disebabkan oleh kebanyakan kaum
muslim yang cenderung memahami demokrasi sebagai sesuatu yang bertentangan
dengan Islam.
b.
Persoalan
kultur. Sebenarnya demokrasi telah dicoba di Negara-negara Islan sejak paruh
pertama abad dua puluh tetapi gagal. Tampaknya ia akan sukses pada masa-masa
mendatang, karena warisan kultural masyarakat muslim sudah terbiasa dengan
otokrasi dan ketaatan pasif. Persoalan kultur ditengarai sebagai yang paling
bertanggung jawab mengapa sulit membangun demokrasi di Negara Islam. Sebab,
secara doktrinal, pada dasarnya hamper tidak dijumpai hambatan teologis
dikalangan tokoh-tokoh partai, ormas, atau gerakan Islam. Bahkan ada
kecenderungan untuk merambah tugas baru yaitu merekonsiliasi perbedaan antara
teori politik modern dengan doktrin Islam.
c.
Lambannya
pertumbuuhan demokrasi di dunia Islam tak ada hubungannya dengan teologi maupun
kultur, melainkan lebih terkait dengan sifat alamiah demokrasi itu sendiri.
Untuk membangun demokrasi dibutuhkan kesungguhan, kesabaran, dan diatas
segalanya adalah waktu. Jhon Esposito dan O. Voll adalah tokoh yang tetap
optimis terhadap masa depan demokrasi di dunia Islam. Terlepas dari itu semua,
tak dapat diragukan lagi, pengalaman empirik demokrasi dalam sejarah Islam
memang terbatas.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Demokrasi diartikan sebagai
pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Istilah
demokrasi ini memberikan posisi penting bagi rakyat sebab dengan demokrasi, hak-hak
rakyat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi Negara dijamin.
Penerapan demokrasi di berbagai Negara
di dunia memiliki ciri khas dan spesifikasi masing-masing, lazimnya sangat
dipengaruhi oleh ciri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu negara.
Indonesia sendiri menganut demokrasi pancasila dimana demokrasi itu dijiwai dan
diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila sehingga tidak dapat
diselewengkan begitu saja.
Implementasi demokrasi pancasila
terlihat pada pesta demokrasi yang diselenggarakan tiap lima tahun sekali.
Dengan diadakannya Pemilihan Umum baik legislatif maupun presiden dan wakil
presiden terutama di era reformasi ini, aspirasi rakyat dan hak-hak politik
rakyat dapat disalurkan secara langsung dan benar serta kedaulatan rakyat yang
selama ini hanya ada dalam angan-angan akhirnya dapat terwujud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar