Senin, 01 Februari 2016

DALUARSA



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pada praktiknya atau pada hukum formilnya Daluwarsa memiliki pengaruh yang besar dalam membantu Hakim untuk memutuskan masalah atau perkara. Meskipun kendati Daluwarsa ini lebih di bahas secara spesifik di hukum materilnya, terutama di kitab undang-undang hukum perdata (BW). Dalam hal ini, terdapat berbagai macam pula hukum acara yang dianut oleh negara kita. Di antaranya adalah Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Pidana, dan Hukum Acara Tata Usaha Negara. Dengan adanya beberapa jenis hukum acara yang berbeda-beda tersebut tentu Daluwarsa mempunyai spesifikasi dan karakteristik tersendiri dalam bidang hukum masing-masing. Daluwarsa, Subyek Hukum Daluwarsa, Pengaturan Daluwarsa di Dalam BW.Manakala Daluwarsa dihubungkan dengan Hukum perdata, para pakar hukum memandangnya sebagai suatu hal yang perlu adanya penelusuran lebih lanjut.
Daluwarsa merupakan salah satu contoh yang sering terjadi didalam kehidupan manusia sehari-hari, dalam bernegara bahkan Dunia. Didalam makalah ini terdapat penjelasan-penjelasan mengenai pengertian Daluwarsa, macam-macam Daluwarsa, sebab-sebab yang dapat menangguhkan Daluwarsa, sebab-sebab yang dapat mencegah Daluwarsa, cara memperhitungkan Daluwarsa dan penghentian Daluwarsa.
Pembuatan makalah ini sendiri dilakukan melalui pencampuran sumber yang berasal dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan beberapa buku panduan. Makalah ini mempunyai tujuan yang jelas yaitu, untuk meningkatkan ilmu serta pengetahuan terutama dalam perkulian Hukum Perdata, yang pastinya pembaca dapat memahami dengan sistematis tentang apa yang sudah di jabarkan didalam makalah ini.
1
2
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Daluwarsa ?
2.      Apa saja macam-macam Daluwarsa ?
3.      Apa yang menjadi sebab-sebab yang dapat menangguhkan Daluwarsa ?
4.      Apa yang menjadi sebab-sebab yang dapat mencegah Daluwarsa ?
5.      Bagaimana cara memperhitungkan Daluwarsa ?
6.      Bagaimana penghentian Daluwarsa ?

C.     Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui apa itu daluwarsa
2.      Untuk mengetahui macam-macam daluwarsa
3.      Untuk mengetahui sebab-sebab yang dapat menangguhkan daluwarsa
4.      Untuk mengetahui sebab-sebab yang dapat mencegah daluwarsa
5.      Untuk mengetahui cara memperhitungkan daluwarsa
6.      Untuk mengetahui penghentian daluwarsa













BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG
ASPEK HUKUM LEWAT WAKTU MENURUT BUKU IV BW

A.    Ruang Lingkup Aspek Hukum Lewat Waktu Menurut Buku IV BW
[1]Daluwarsa ialah suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan dengan terpenuhinya syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang. Seseorang tidak boleh melepaskan daluwarsa sebelum tiba waktunya, tetapi boleh melepaskan suatu daluwarsa yang telah diperolehnya. Pelepasan daluwarsa dapat dilakukan secara tegas atau secara diam-diam. Pelepasan secara diam-diam disimpulkan dari suatu perbuatan yang menimbulkan dugaan bahwa seseorang tak hendak menggunakan suatu hak yang telah diperolehnya.
Barangsiapa tidak diperbolehkan memindahtangankan sesuatu juga tidak boleh melepaskan daluwarsa yang diperolehnya. Hakim, karena jabatannya tidak boleh mempergunakan daluwarsa. Pada setiap tingkat pemeriksaan perkara, dapat diajukan adanya daluwarsa, bahkan pada tingkat banding pun. Kreditur atau orang lain yang berkepentingan dapat melawan pelepasan daluwarsa yang dilakukan oleh debitur yang secara curang bermaksud mengurangi hak kreditur atau orang yang lain tersebut. Seseorang tidak dapat menggunakan daluwarsa untuk memperoleh hak milik atas barang-barang yang tidak beredar dalam perdagangan. Pemerintah yang mewakili negara, kepala pemerintahan daerah yang bertindak dalam jabatannya, dan lembaga-lembaga umum tunduk pada daluwarsa sama seperti orang perseorangan, dan dapat menggunakannya dengan cara yang sama.
Untuk memperoleh hak milik atas sesuatu dengan upaya daluwarsa, seseorang harus bertindak sebagai pemilik sesuatu itu dengan menguasainya secara terus-menerus dan tidak terputus-putus, secara terbuka di hadapan umum dan secara tegas. Perbuatan memaksa, perbuatan sewenang-wenang, atau perbuatan membiarkan begitu saja tidaklah menimbulkan
4
suatu bezit yang dapat membuahkan daluwarsa. Seseorang yang sekarang menguasai suatu barang, yang membuktikan bahwa ia menguasai sejak dulu, dianggap juga telah menguasainya selama selang waktu antara dulu dan sekarang, tanpa mengurangi pembuktian hal yang sebaliknya. Untuk memenuhi waktu yang diperlukan untuk daluwarsa, dapatlah seseorang menambah waktu selama ia berkuasa dengan waktu selama berkuasanya orang yang lebih dahulu berkuasa dari siapa ia telah memperoleh barangnya, tak peduli bagaimana ia menggantikan orang itu, baik dengan alas hak umum maupun dengan alas hak khusus, baik dengan cuma-cuma maupun atas beban.
Orang yang menguasai suatu barang untuk orang lain, begitu pula ahli warisnya, sekali-kali tidak dapat memperoleh sesuatu dengan jalan daluwarsa, berapa lama pun waktu yang telah lewat. Demikian pula seorang penyewa, seorang penyimpan, seorang penikmat hasil, dan semua orang lain yang memegang suatu barang berdasarkan suatu persetujuan dengan pemiliknya tak dapat memperoleh barang itu. Mereka dapat memperoleh hak milik dengan jalan daluwarsa, jika alas hak bezit mereka telah berganti, baik karena suatu sebab yang berasal dari pihak ketiga maupun karena pembantahan yang mereka lakukan terhadap hak milik. Mereka yang telah menerima suatu barang yang diserahkan dengan alas hak yang dapat memindahkan hak milik oleh penyewa, penyimpan, dan orang-orang lain yang menguasai barang itu berdasarkan suatu persetujuan dengan pemiliknya dapat memperoleh barang tersebut dengan jalan daluwarsa. Daluwarsa dihitung menurut hari, bukan menurut jam. Daluwarsa itu diperoleh bila hari terakhir dari jangka waktu yang diperlukan telah lewat.
Seseorang yang dengan itikad baik memperoleh suatu barang tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk dengan suatu bezit selama duapuluh tahun, memperoleh hak milik atasnya dengan jalan daluwarsa. [2]Seseorang yang dengan itikad baik menguasai sesuatu selama tigapuluh tahun memperoleh hak milik tanpa dapat dipaksa untuk menunjukkan alas haknya. Suatu tanda alas hak yang batal karena suatu cacat dalam bentuknya tidak dapat digunakan sebagai dasar suatu daluwarsa selama duapuluh tahun. Itikad baik harus
5
selalu dianggap ada dan barangsiapa mengajukan tuntutan atas dasar itikad buruk wajib membuktikannya. Cukuplah bila pada waktu memperoleh sesuatu itu itikad baik itu sudah ada.
Sebagaimana telah diterangkan dalam bagian tentang hukum perbendaan, seorang bezitter yang jujur atas suatu benda yang tak bergerak ( dengan nama dipersamakan benda yang tertulis atas nama ) lama kelamaan dapat memperoleh hak milik atas benda tersebut. Apabila ia dapat menunjukkan suatu titel yang sah, maka dengan lewatnya waktu dua puluh tahun lamanya sejak ia mulai menguasai benda tersebut, ia menjadi pemilik yang sah dari benda tersebut. Misalnya, seorang yang membeli sebidang tanah eigendom secara jujur dari seorang yang sebenarnya tidak berhak untuk menjualnya. Setelah lewat dua puluh tahun jika selama itu tak pernah ada suatu pihak yang membantah haknya akan menjadi pemilik yang sah juga atas tanah itu. Sebelum waktu dua puluh tahun itu lewat, oleh Undang-Undang ia hanya dianggap sebagai seorang bezitter yang jujur saja, jika ia memang sungguh-sungguh mengira bahwa ia memperoleh hak milik itu dari seorang yang berhak memindahkan hak milik tersebut.
Dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, malahan bezitter yang jujur tersebut tidak diharuskan mempertunjukkan sesuatu titel lagi, artinya ia dapat menolak tiap tuntutan dengan hanya menunjukkan bezitnya selama tiga puluh tahun berturut-turut, dengan tidak pernah mendapat gangguan, dan ia akan dianggap telah memperoleh hak milik yang sah juga.
Teranglah, bahwa segala apa yang diterangkan diatas ini, tidak berlaku bagi barang yang bergerak, karena terhadap barang yang bergerak ini berlaku pasal 1977 BW yang menetapkan, bahwa [3]
bezit berlaku sebagai suatu titel yang sempurna, dengan itu dimaksudkan bahwa siapa saja yang dengan jujur memperoleh suatu barang bergerak dari seorang beziterm seketika itu juga memperoleh hak milik atas barang itu.

6
Selain apa yang diterangkan diatas, yaitu lewat waktu sebagai cara untuk memperoleh hak milik atas suatu benda ( acquisitieve verjaring ) ada suatu akibat dari lewatnya waktu, yaitu seorang dapat dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hokum ( extinctive verjaring ). Oleh Undang-Undang ditetapkan, bahwa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, setiap orang dibebaskan dari semua penagihan atau tuntutan hukum. Ini berarti bila seseorang di gugat untuk membayar suatu hutang yang sudah lebih dari tiga puluh tahun lamanya, ia dapat menolak gugatan itu dengan hanya mengajukan bahwa ia selama tiga puluh tahun belum pernah menerima tuntutan atau gugatan itu. Dengan begitu, seorang bezitter yang tidak jujur juga dapat membela dirinya terhadap suatu tuntutan hukum dengan mengajukan lewatnya waktu selama tiga puluh tahun itu, meskipun sudah terang ia tidak akan menjadi pemilik benda yang menjaadi perselisihan itu karena ia tidak jujur. Dan karena ia sendiri tidak dapat menjadi pemilik dari benda tersebut, teranglah ia tidak akan berhak untuk memindahkan benda itu secara sah pada orang lain.
Di samping pembebasan secara umum dari semua penagihan atau tuntutan setelah lewat waktu tiga puluh tahun tersebut diatas oleh Undang-Undang ditetapkan secara khusus bahwa beberapa macam penagihan sudah hapus dengan lewatnya waktu yang pendek. Yang dimaksudkan disini, ialah berbagai macam penagihan yang biasanya dalam waktu yang singkat sudah dimintakan pembayaran. Misalnya rekening dokter atau rekening toko. Rekening dokter harus ditagih dalam waktu paling lama dua tahun. Rekening toko mengenai penjualan barang-barang untuk keperluan orang sehari-hari, harus ditagihkan paling lambat lima tahun.
Dari daluwarsa atau verjaring yang diterangkan diatas, harus di perbedakan “pelepasan hak“ atau “rechtsverwerking,“ yaitu hilangnya sesuatu hak bukan karena lewatnya waktu, tetapi karena sikap atau tindakan seorang yang menunjukkan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan sesuatu hak. Misalnya seorang memebeli suatu barang yang ternyata mengandung suatu cacad yang tersembunyi. Jika ia tidak mengembalikan barang itu, tetapi terus dipakainya, maka ia kehilangan haknya untuk menuntut ganti rugi dari si penjual barang.

7
Ada kalanya Undang-Undang memberikan hak hanya untuk suatu waktu tertentu. jangka waktu seperti itu dinamakan “decheance“ atau “vervaltermijn“. Misalnya, hak reklame diberikan untuk waktu tiga puluh hari setelah penyerahan barangnya ( Pasal 1145 BW ). Perbedaannya dengan “verjaring“ atau daluwarsa, bahwa “decheance“ pasti dan tidak dapat di cegah. Lagipula daluwarsa itu harus di kemukakan oleh salah satu pihak, sedangkan decheance harus diindahkan oleh hakim meskipun tidak diminta.
B.     Macam-macam Daluwarsa
Ada dua macam Daluwarsa (Verjaring) :
1.   Daluwarsa Memperoleh (Acquisitieve Verjaring)
Daluwarsa Memperoleh (Acquisitieve Verjaring) adalah lewat waktu sebagai cara memperoleh hak milik atas suatu benda. Syarat adanya daluwarsa ini harus ada itikad baik dari pihak yang menguasai benda tersebut. Seperti dalam Pasal 1963 KUH Perdata[4]:
“ Siapa yang dengan itikad baik, dan berdasarkan suatu alas hak yang sah, memperoleh suatu benda tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk, memperoleh hak milik atasnya dengan jalan daluarsa , dengan suatu penguasaan selama dua puluh tahun “.
“ Siapa yang dengan itikad baik menguasainya selama tiga puluh tahun, memperoleh hak milik dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukkan alas haknya”.
Seorang bezitter yang jujur atas suatu benda ynag tidak bergerak lama kelamaan dapat memperoleh hak milik atas benda tersebut. Dan apabila ia bisa menunjukkan suatu title yang sah, maka dengan daluarsa dua puluh tahun sejak mulai menguasai benda tersebut.

2.   Daluwarsa membebaskan (Extinctieve Verjaring)
Daluwarsa membebaskan (Extinctieve verjaring) adalah seseorang dapat dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum. Oleh Undang-Undang ditetapkan, bahwa dengan

8
lewatnya waktu tiga puluh tahun, setiap orang dibebaskan dari semua penagihan atau tuntutan hukum. Ini berarti, bila seseorang digugat untuk mebayar suatu hutang yang sudah lebih dari tiga puluh tahun lamanya, ia dapat menolak gugatan itu dengan hanya mengajukan bahwa ia selama tiga puluh tahun belum pernah menerima tuntutan atau gugatan itu.[5]
Pelepasan lewat waktu seperti apa yang dijelaskan dalam pasal 1948 KUHPerdata yaitu pelepasan lewat waktu dapat dilakukan secara tegas atau secara diam-diam. Pelepasan secara diam-diam disimpulkan dari suatu perbuatan yang menimbulkan dugaan bahwa seseorang tidak hendak menggunakan suatu hak yang telah diperolehnya.
Pelepasan Daluarsa dibagi menjadi dua, yaitu[6] :
a.    Dilakukan secara Tegas
Seseorang yang melakukan perikatan tidak diperkenankan melepaskan Daluwarsa sebelum tiba waktunya, namun apabila ia telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dan waktu yang telah ditentukan pula, maka ia berhak melepaskan Daluwarsanya.
b.   Dilakukan secara Diam-diam
Pelepasan yang dilakukan secara diam-diam ini terjadi karena si pemegang Daluwarsa tidak ingin mempergunakan haknya dalam sebuah perikatan.
C.     Sebab-sebab yang Menangguhkan Daluwarsa
Daluwarsa berlaku terhadap siapa saja, kecuali terhadap mereka yang dikecualikan oleh Undang-Undang.

9
Daluwarsa tidak dapat mulai berlaku atau berlangsung terhadap anak-anak yang belum dewasa dan orang-orang yang ada di bawah pengampuan, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan Undang-Undang.
Daluwarsa tidak dapat terjadi di antara suami istri. Daluwarsa tidak berlaku terhadap seorang istri selama ia berada dalam status perkawinan:
1.      bila tuntutan istri tidak dapat diteruskan, kecuali setelah ia memilih akan menerima persatuan atau akan melepaskannya;
2.      bila suami, karena menjual barang milik pribadi istri tanpa persetujuannya, harus menanggung penjualan itu, dan tuntutan istri harus ditujukan kepada suami.
Daluwarsa tidak berjalan:
1.      terhadap piutang yang bersyarat, selama syarat ini tidak dipenuhi;
2.      dalam hal suatu perkara untuk menanggung suatu penjualan, selama belum ada putusan untuk menyerahkan barang yang bersangkutan kepada orang lain;
3.      terhadap suatu piutang yang baru dapat ditagih pada hari yang telah ditentukan, selama hari itu belum tiba.
Terhadap seorang ahli waris yang telah menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk membuat pendaftaran harta peninggalan tidak dapat dikenakan daluwarsa mengenai piutang-piutangnya terhadap harta peninggalan.
Daluwarsa berlaku terhadap suatu warisan yang tak terurus, meskipun tidak ada pengampu warisan itu.
Daluwarsa itu berlaku selama ahli waris masih mengadakan perundingan mengenai warisannya. 

10
D.     Sebab-sebab yang Mencegah Daluwarsa
Daluwarsa dicegah bila pemanfaatan barang itu dirampas selama lebih dari satu tahun dari tangan orang yang menguasainya, baik oleh pemiliknya semula maupun oleh pihak ketiga.
Daluwarsa itu dicegah pula oleh suatu peringatan, suatu gugatan, dan tiap perbuatan-perbuatan berupa tuntutan hukum, masing-masing dengan pemberitahuan dalam bentuk yang telah ditentukan, ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dalam hal itu atas nama pihak yang berhak, dan disampaikan kepada orang yang berhak dicegah memperoleh daluwarsa itu.
Gugatan di muka hakim yang tidak berkuasa, juga mencegah daluwarsa. Namun daluwarsa tidak dicegah bila peringatan atau gugatan dicabut atau dinyatakan batal, entah karena penggugat menggugurkan tuntutannya, entah karena tuntutan itu dinyatakan gugur akibat daluwarsanya.
Pengakuan akan hak seseorang yang terhadapnya daluwarsa berjalan, yang diberikan dengan kata-kata atau dengan perbuatan oleh orang yang menguasainya atau dibitur juga mencegah daluwarsa.
Pemberitahuan kepada salah seorang debitur dalam perikatan tanggung-menanggung, atau pengakuan orang tersebut, mencegah daluwarsa terhadap para debitur lain, bahkan terhadap para ahli waris mereka pula. Pemberitahuan kepada ahli waris salah seorang debitur dalam perikatan tanggung-menanggung, atau pengakuan ahli waris tersebut tidaklah mencegah daluwarsa terhadap para ahli waris debitur lainnya, bahkan juga dalam hal suatu utang hipotek, kecuali untuk bagian ahli waris tersebut. Dengan pemberitahuan atau pengakuan itu maka daluwarsa terhadap para debitur lain tidak dicegah lebih lanjut, kecuali untuk bagian ahli waris tersebut. Untuk mencegah daluwarsa seluruh utang terhadap para debitur lainnya, perlu ada suatu pemberitahuan kepada semua ahli waris atau suatu pengakuan dari semua ahli waris itu. Pemberitahuan yang dilakukan kepada debitur utama atau pengakuan yang diberikan oleh debitur utama mencegah daluwarsa terhadap penanggung utang. Pencegahan daluwarsa yang

11
dilakukan oleh salah seorang kreditur dalam suatu perikatan tanggung-menanggung berlaku bagi semua kreditur lainnya.
E.     Penghitungan Daluwarsa
Ketentuan yang mengatur mengenai kapan dimulainya penghitungan jangka waktu daluwarsa terdapat di dalam Pasal 79 KUHPidana[7]. Bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut:
“Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal-hal berikut:
1. Mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, tenggang mulai berlaku pada hari          sesudah barang yang dipalsu atau mata uang yang dirusak digunakan oleh si pembuat;
2. Mengenai kejahatan tersebut dalam Pasal 328, 329, 330, dan 333, tenggang dimulai  pada ahri sesudah orang yang langsung terkena kejahatan dibebaskan atau meninggal dunia;
3. Mengenai pelanggaran tersebutPasal 556 sampai dengan Pasal 558a, tenggang dimulai pada hari sesudah daftar-daftar yang memuat pelanggaran-pelanggaran itu, menurut aturan-aturan umum yang menentukan bahwa register-register burgerlijke stand harus dipindah ke kantor panitera suatu pengadilan, dipindah ke kantor tersebut.”
Dalam hal ini maka jelas bahwa aturan umum yang berlaku mengenai daluwarsa adalah bahwa jangka waktu daluwarsa harus mulai dihitung pada hari sesudah delik dilakukan. Penghitungan daluwarsa yang demikian juga berlaku bagi pelaku penyerta lainnya (deelnemers). Jan Remmelink berpendapat bahwa istilah “perbuatan” dalam rumusan Pasal 79 KUHPidana, atau dalam Pasal 71 Sr. harus dimaknai sebagai feit (tindak pidana/delik). Sehingga untuk dimulainya jangka waktu penghitungan daluwarsa, seluruh unsur dari perumusan delik harus


12
terpenuhi, atau apabila dalam delik materil, artinya bukan waktu tindakan dilakukan, tapi justru saat munculnya akibat dari tindak tersebut.[8]
Mengenai waktu kapan dimulainya penghitungan jangka waktu daluwarsa memang masih terjadi perdebatan. Wirjono Prodjodikoro dan Hazewinkel Suringa berpendapat, bahwa penghitungan daluwarsa dimulai pada hari akibat tindak pidana itu terjadi. Adapun Pompe berpendapat bahwa tenggang daluwarsa dimulai pada waktu perbuatan dilakukan. Eva Achjani Zulfa berpendapat bahwa dalam menghitung mulainya daluwarsa, yang harus diperhatikan adalah wakna dari “perbuatan”. Sebagian ahli hukum lain seperti Van Bemmelen dan Tresna memandang bahwa makna perbuatan atau feit ini adalah perbuatan fisik, sehingga penghitungan daluwarsa ini harus dilakukan sehari setelah perbuatan dilakukan.[9]
F.      Penghentian Daluwarsa (Stuiting van de verjaring)            
Pasal 80 KUHP mengatur bahwa penghitungan daluwarsa yang sudah berjalan dapat dihentikan. Setiap upaya penuntutan (daad van vervolging) menghentikan (stuiten) daluwarsa, sepanjang pihak yang dituntut diketahui identitasnya atau menurut Undang-Undang sudah dipanggil atau diberitahukan kepadanya menurut cara-cara yang ditentukan dalam aturan umum (algemeene verordening). Istilah upaya penuntutan ini ditafsirkan secara sempit, yaitu tidak meliputi segala tindakan dari Jaksa, tetapi hanya tindakan yang betul-betul merupakan penuntutan, yaitu menyerahkan perkaranya kepada pengadilan dan tindakan-tindakan tertentu dari jaksa kemudian selama pemeriksaan di muka hakim berjalan, seperti misalnya permintaan jaksa supaya terdakwa ditahan sementara. Yang tidak termasuk perbuatan penuntutan adalah tindakan jaksa yang dalam taraf pengusutan perkara pidana,jadi sebelum penyerahan perkara kepada hakim.[10]
13
Jan Remmelink mengemukakan pendapat yang lain bahwa apa yang dimaksud upaya penuntutan harus dimengerti setiap tindakan formil prakarsa Hakim, untuk dalam masa sebelum eksekusi putusan, mencapai suatu putusan peradilan, dari sudut pandang OM termasuk di dalamnya surat dakwaan atau penuntutan, permohonan untuk memulai pemeriksaan pendahuluan di pengadilan (gerechtelijk vooronderzoek) atau perintah penahanan dan penahanan demi kepentingan eksekusi, penetapan waktu pemeriksaan berikutnya setelah penundaan, termasuk vonis. Di samping tindakan-tindakan hakim dalam persidangan tersebut, harus juga dicakupkan ke dalamnya tindakan hakim-komisaris sewaktu pemberian instruksi, termasuk penyelesaian atau penuntasan pemeriksaan pendahuluan oleh Pengadilan. Namun, tindakan-tindakan penyidikan (opsporingsdaden), tidak termasuk ke dalamnya.
Kemudian Pasal 80 ayat (1) KUHP menentukan bahwa sesudah suatu daluwarsa dihentikan, maka  penghitungan jangka waktu daluwarsa ditiadakan, dan jangka waktu tersebut harus dihitung dari awal lagi, atau dimulai tenggang daluwarsa baru. Soal kapan menentukan perhitungan jangka waktu daluwarsa akan terhenti, Hoge Raad telah memutuskan pada tnggal 11 Desember 1979, NJ 1980, 158, bahwa penghitungan jangka waktu daluwarsa akan dihentikan pada saat Terdakwa mengetahui adanya tindakan yang menghentikan perhitungan daluwarsa.[11]
Simmons berpendapat suatu stuiting atau pencegahan itu berakibat bahwa semua waktu dari jangka waktu daluwarsa yang telah ebrjalan menjadi tidak ada, sesuai dnegan bunyi Pasal dalam KUHP, yang menyatakan bahwa setelaha danya suatu stuiting itu dimulailah suatu jangka waktu daluwarsa yang baru. Mengenai hal yang dapat mengakibatkan terjadinya penghentian daluwarsa, Simmons berpendapat bahwa pada dasarnya setiap tindakan penuntutan dapat menghentikan daluwarsa, dengan syarat bahwa tindakan itu diketahui oleh orang yang dituntut atau akta-akta yang biasa dipergunakan di dalam peradilan bagi penuntutan tersebut ditandatangani oleh yang bersangkutan. Setiap tindakan penuntutan tersebut juga ahrus merupakan suatu tindakan dari pihak Kejaksaan sebagai lembaga yang berwenang untuk

14
melakukan penuntutan, dan tidak cukup apabila tindakan itu merupakan suatu tindakan pemeriksaan dari penyidik semata.[12]
G.      Pengaruh Lampau Waktu Terhadap Gugatan Perbedaan Antara Kadaluwarsa Dan Lampau Waktu

Hukum barat mengenal pengertian kedaluwarsa. Dalam buku Keempat BW antara lain diatur tentang kedaluwarsa:
Dalam hukum barat ada dua macam kedaluwarsa yaitu:
1.      Yang menyebabkan seseorang dibebaskan dari suatu kewajiban atau yang menyebabkan hak menuntut seseorang menjadi gugur. Dalam bahasa latinnya disebut Praescriptio, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut Extinctieve verjaring.
2.      Yang menyebabkan seseorang memperoleh suatu hak tertentu. Kedaluwarsa ini mengharuskan adanya itikad baik dari orang yang akan memperoleh hak tersebut. Dalam bahasa Latinnya disebut Usucapio, sedangkan dalam bahasa belanda disebut Acquisiteve verjaring.
Perihal Praescriptio diatur dalam staatsblad (Stbl) 1983, No. 41 yang mengatur perihal kedaluwarsa utang piutang, Pasal 835 BW mengatur perihal kedaluwarsanya hak untuk menggugat bagian suatu warisan, dan buku keempat bab ketujuh bagian ketiga BW, yang untuk jelasnya ditunjuk pada pasal-pasal tersebut.
Tentang Usucapio diatur antara lain dalam buku keempat bab ketujuh bagian kedua BW. Kedaluwarsa adalah semacam upaya hukum, sehingga tentang adanya kedaluwarsa harus dikemukakan oleh pihak lawan dalam jawabannya. Apabila hal itu tidak dikemukakan, maka kedaluwarsa tidak berlaku secara otomatis, dengan lain perkataan hakim “harus tinggal diam”, dan ia tidak diperkenankan untuk “karena jawaban” menyatakan bahwa persoalan tersebut atau hak untuk menuntut telah kedaluwarsa.
15
Apabila dikemukakan eksepsi bahwa hak untuk menuntut telah kedaluwarsa, dan alasan tersebut ternyata berdasar, maka gugatan akan dinyatakan tidak dapat diterima. Namun apabila eksepsi tersebut dianggap tidak berdasar, maka eksepsi tersebut akan ditolak dan mengenai pokok perkara akan di putus. Dalam hal yang pertama, putusan yang akan dijatuhkan adalah putusan akhir, sedangkan dalam hal yang kedua yang dijatuhkan berupa putusan sela.
Dalam hukum adat tidak dikenal kedaluwarsa dalam arti hukum barat, yang dasarnya adalah karena lampaunya waktu tertentu ialah 2,5 atau dua puluh tahun lalu timbul kedaluwarsa, melainkan pengaruh lampau waktu menyebabkan dalil yang menjadi dasar gugat sesuatu perkara sudah tidak dapat dibuktikan lagi, karena saksi-saksinya kesemuanya telah wafat atau kalaupun mereka masih hidup, mereka sudah jompo atau pikun, sehingga tidak dapat memberi keterangan yang berharga.
Dalam praktek sering pula terjadi, bahwa pengaruh lampau waktu, misalnya oleh karena yang bersangkutan telah sekian lama, misalnya dua puluh tahun lebih, tidak mengajukan sesuatu gugatan atau tidak pula pernah menganggap Kepala Desa/Kepala Adat setempat dengan permintaan agar persoalannya “dibereskan”, hal itu lalu dianggap sebagai suatu persangkaan Hakim, bahwa sesungguhnya yang bersangkutan tidak berhak atas tanah/sawah sengketa.
Di dalam hukum adat yang tidak tertulis hal lampaunya waktu misalnya akan berakibat bahwa kedudukan yang sebenar-benarnya mengenai sesuatu hal sudah tidak dapat diketahui lagi dengan pasti karena terjadi “dahulu” sekali, saksi-saksi sudah tidak ada lagi yang dapat memberi keterangan yang berguna, kalau masih ada, mereka sekedar merupakan saksi-saksi de auditu.
Menurut Prof.Mr. B. Ter Haar Bzn, pengaruh lampau waktu dapat berakibat:
1.      Bahwa suatu hutang oleh karena dibiarkan terlampau lama tidak ditagih lagi, atau hak seseorang ahli waris untuk menuntut menjadi hapus oleh karena ia sekian lama telah tinggal diam, meskipun ia tidak diikutsertakan dalam perjanjian jual-beli yang merupakan bagian dari warisan tersebut.
2.      Bahwa oleh karena pengaruh lampau waktu hal itu dianggap sebagai persangkaan untuk menganggap ada atau menganggap telah hilang suatu hak atau suatu fakta hukum.
16
Bukti perlawanan dapat diajukan, akan tetapi kalau tidak diajukan hal tersebut dianggap telah terbukti.
3.      Bahwa gugat dinyatakan tidak dapat diterima oleh karena didasarkan atas hal-hal yang terjadi dahulu. Perkaraa telah kadaluwarsa, merupakan perkara lama.
Bahwa sampai di mana pengaruh lampau waktu berakibat terhadap suatu gugatan harus ditinjau dari kasus ke kasus dan selalu harus diperhatikan perkembangan masyarakat di mana kasus tersebut terjadi.


BAB III
PEMBAHASAN
A.    Contoh Kasus[13]
Bentuk Daluarsa
Bentuk daluarsa terdiri dari atas, daluarsa memperoleh dan daluarsa membebaskan. Daluarsa memperoleh adalah suatu upaya dengan lewatnya suatu waktu dan dengan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang untuk memperoleh sesuatu. Sedengkan daluarsa membebaskan adalah suatu upaya dengan lewatnya suatu waktu dan dengan syarat tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang untukmembebaskan diri dari suatu hutang .Daluarsa memperoleh bergandengan dengan daluarsa membebaskan.
Contoh kasus:
Apabila A mengganggu pemilik tanah B, maka baru sesudah tiga puluh tahun A asal kedudukan berkuasanya memenuhi syarat dari pasal 2000 dst.menjadi pemilik. Selama tiga puluh tahun itu B mempunyai tuntutan atas A yaitu bahwa A ke luar dari tanah itu, bahwa ia mengakhiri gangguan itu. Pada saat A menjadi pemilik hapuslah tuntutan B itu.
Jangka waktu tiga puluh tahun itu untuk kedua macam daluarsa tersebut berakhir pada saat yang sama. Tetapi kebalikannya tidak selalu demikian. Saat mulainya daluwarsa membebaskan tidak selalu sama dengan saat mulainya daluwarsa memperoleh.Karena apabila B sesudah miliknya dilanggar berdiam diri selama tiga puluh tahun ia tidak dapat lagi memajukan tagihan atas A. Tetapi ini sama sekali tidak berarti bahwa A sekarang menjadi pemilik.
       
18
Untuk itu mestilah dipenuhi berbagai macam syarat satu daripadanya sudah disebutkan,yaitu bahwa A pada saat ia memasuki tanah itu, mengira ia berhak untuk itu. Dengan tidak menuntut A selama tiga puluh tahun, hilanglah tuntutan hukum B terhadap A. Apabila kedudukan berkuasa dari A memenuhi syarat dari pasal 2000 dst,maka hilang pulalah milik B dan A sekarang menjadi pemilik.
Untuk daluwarsa membebaskan, sepanjang mengenai tagihan yang objeknya adalah benda yang jenisnya saja ditentukan ataupun suatu prestasi bentuk berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu maka orang yang hapus kewajibannya pada pokoknya tidak memperoleh sesuatu.Juga tidak untuk tagihan perorangan yang berhubungan dengan suatu barang tertentu.
Contoh kasus:
A membeli rumah dari B, B tidak menyerahkanya, Sesudah tiga puluh tahun A tidak dapat lagi memajukan tuntutan penyerahan.Kedudukan hukum dari B berubah,yaitu bahwa ia dibebaskan dari hutang.Kedudukan miliknya tidak berubah ia tetap menjadi pemilik.


BAB IV
SIMPULAN
1.      Daluwarsa ialah suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan dengan terpenuhinya syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang.  
2.      Ada dua macam Daluarsa (Verjaring) :
a.       Daluwarsa Memperoleh (Acquisitieve Verjaring)
Daluwarsa Memperoleh (Acquisitieve Verjaring) adalah lewat waktu sebagai cara memperoleh hak milik atas suatu benda.
b.      Daluwarsa membebaskan (Extinctieve Verjaring)
Daluwarsa membebaskan (Extinctieve verjaring) adalah seseorang dapat dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum.
3.      Daluwarsa tidak dapat mulai berlaku atau berlangsung terhadap anak-anak yang belum dewasa dan orang-orang yang ada di bawah pengampuan, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang.
4.      Daluwarsa dicegah bila pemanfaatan barang itu dirampas selama lebih dari satu tahun dari tangan orang yang menguasainya, baik oleh pemiliknya semula maupun oleh pihak ketiga. Daluwarsa itu dicegah pula oleh suatu peringatan, suatu gugatan, dan tiap perbuatan-perbuatan berupa tuntutan hukum, masing-masing dengan pemberitahuan dalam bentuk yang telah ditentukan, ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dalam hal itu atas nama pihak yang berhak, dan disampaikan kepada orang yang berhak dicegah memperoleh daluwarsa itu.
5.      Ketentuan yang mengatur mengenai kapan dimulainya penghitungan jangka waktu daluwarsa terdapat di dalam Pasal 79 KUHPidana.
6.      Pasal 80 KUHP mengatur bahwa penghitungan daluwarsa yang sudah berjalan dapat dihentikan. Setiap upaya penuntutan (daad van vervolging) menghentikan (stuiten)
19
20
7.      daluwarsa, sepanjang pihak yang dituntut diketahui identitasnya atau menurut Undang-Undang sudah dipanggil atau diberitahukan kepadanya menurut cara-cara yang ditentukan dalam aturan umum (algemeene verordening).
8.      Bahwa sampai di mana pengaruh lampau waktu berakibat terhadap suatu gugatan harus ditinjau dari kasus ke kasus dan selalu harus diperhatikan perkembangan masyarakat di mana kasus tersebut terjadi.


21
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
A. Pitlo, 1986, Pembuktian dan Daluwarsa, Jakarta, PT Intermasa
M.Yahya Harahap, 2006, Hukum Acara Perdata, Jakarta, Sinar Grafika
R. Soesilo, 1988, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Sukabumi, Politeia
R. Subekti dan  R.  Tjitrosudibio, 2014, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta, Balai Pustaka
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 2009, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Bandung, Cv Mandar Maju
Soedharyo Soimin, 2005, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta, Sinar Grafika
Subekti, 2003, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta, PT Intermasa

Internet:
Melalui: < http://hery-shietra.blogspot.co.id/2014/01/daluarsa-lewat-waktu-peran-dan_10.html> Data diunduh: Rabu, 25 November 2015, 17.00


[1] A. Pitlo, Pembuktian dan Daluwarsa, PT Intermasa, Jakarta, 1986, hlm, 162
3
[2] Ibid, hlm. 165

[3] R. Subekti dan  R.  Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Balai Pustaka, Jakarta, 2014, hlm, 495

[4] R. Subekti dan  R.  Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Balai Pustaka, Jakarta, 2014, hlm, 492
[5] Subekti, pokok-pokok hukum perdata, PT Intermasa,  Jakarta, 2003, hlm, 186-187
[6]  Dheya, Makalah Hukum Perdata Daluarsa, <http://dheyacuap-cuap88.blogspot.co.id/2009/01/makalah-hukum-perdata-daluarsa.html> Data diunduh: Rabu, 25 November 2015, 17.15
[7] R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Politeia, Sukabumi, 1988
[8]M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm, 163
[9] Op.Cit, hlm, 178
[10] Soedharyo Soimin, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm, 469

[11] Ibid, hlm, 462
[12] Op.Cit, hlm, 182
[13] Dheya, Makalah HukumPerdata, <http://dheyacuap-cuap88.blogspot.co.id/2009/01/makalah-hukum-perdata- daluarsa.html Data diunduh: Rabu, 25 November 2015, 17.15
17