BAB I
PENDAHULUAN
A.
LatarBelakang
Tata pergaulan masyarakat khususnya masyarakat modern seperti
sekarang ini. Membutuhkan suatu institusi atau lembaga yang bersedia mengambil
alih resiko-resiko kelompok. Suatu lembaga atau institusi pada hakikatnya
berada dan ada ditengah-tengah masyarakat. Berbagai jenis lembaga ada dan
dikenal dalam masyarakat masing-masing mempunyai tugas sendiri, sesuai dengan
maksud dan tujuan dari setiap lembaga yang bersangkutan. Lembaga merupakan
salah satu organ masyarakat, oleh karena itu setiap lembaga tidak mungkin
berdiri sendiri, dan sebagai organ masyarakat, maka lembaga itu ada dan berada
di masyarakat. Lembaga yang merupakan organ masyarakat, keberadaannya haruslah
dalam suatu kegiatan yang memberikan pengabdian kepada masyarakat, maka ia
dapat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat pula.
Pada hakikatnya suatu lembaga selalu melakukan tindakan bukan untuk
kepentingan sendiri, tetapi untuk memenuhi tugas sosial tertentu, yaitu untuk
memuaskan kebutuhan khusus dari masyarakat, kelompok orang atau perorangan.
Perusahaan merupakan salah satu lembaga yang terdapat dalam
masyarakat yang keberadaannya mempunyai tugas-tugas khusus, yaitu suatu karya
ekonomi. Dalam masyarakat modern seperti saat sekarang ini, perusahaan asuransi
mempunyai peranan yang sangat luas jangkauannya yang menyangkut
kepentingan-kepentingan sosial maupun kepentingan ekonomi. Asuransi yang
merupakan suatu lembaga ini, dapat menjangkau kepentingan-kepentingan
masyarakat luas dan kepentingan-kepentingan individu. Perusahaan asuransi
secara terbuka menawarkan suatu proteksi atau perlindungan dan harapan pada
masa yang akan datang, baik kepada kelompok maupun perorangan. Asuransi
menawarkan perlindungan terhadap resiko dimasa yang akan datang yang dapat
terjadi terhadap kehidupan seseorang. Resiko tersebut dapat berupa kematian,
sakit atau resiko dipecat dari pekerjaan.
Asuransi sebagai suatu lembaga yang mana lembaga-lembaga asuransi
ini diperlukan pengaturan yang berakaitan tentang lembaga asuransi, pengawasan
tentang lembaga asuransi, dan aspek hukum dari asuransi. Maka dalam makalah
ini, penyusun akan membahas tentang masalah yang berkaitan dengan aspek hukum
asuransi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Asuransi?
2. Sebutkan prinsip-prinsip Asuransi?
3. Bagaimana tujuan Asuransi?
4. Apa saja jenis-jenis Asuransi?
5. Apa sanksi Asuransi?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian Asuransi.
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip Asuransi.
3. Untuk mengetahui tujuan Asuransi.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis Asuransi.
5. Untuk mengetahui sanksi dari Asuransi.
BAB II
Tinjauan Teoritis Tentang Aspek Hukum Perjanjian Untung-Untungan
dengan Asuransi
A. Pengertian
Asuransi
Asuransi dalam bahasa Belanda di
sebut verzekering yang berarti pertanggungan atau asuransi dan dalam
bahasa Inggris disebut Insurance.[1]
Ada 2 (dua) pihak yang terlibat dalam Asuransi , yaitu pihak penanggung sebagai
pihak yang sanggup menjamin serta menanggung pihak lain yang akan mendapat
suatu penggantian kerugian yang mungkin akan dideritanya sebagai suatu akibat
dari suatu peristiwa yang belum tentu terjadi dan pihak tertanggung akan
menerima ganti kerugian, yang mana pihak tertanggung diwajibkan membayar
sejumlah uang kepada pihak penanggung.[2]
Subekti, dalam bukunya memberikan
definisi mengenai asuransi yaitu, Asuransi atau pertanggungan sebagai suatu
perjanjian yang termasuk dalam golongan perjanjian untung-untungan (kansovereenkomst).
Suatu perjanjian untung-untungan ialah suatu perjanjian yang dengan sengaja
digantungkan pada suatu kejadian yang belum tentu terjadi, kejadian mana akan
menentukan untung-ruginya salah satu pihak.
Menurut Ketentuan Pasal 246 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Asuransi atau Pertanggungan adalah
Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya
akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).
Dalam pengertian yang terdapat dalam
Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dapat di simpulkan adanya 3
(tiga) unsur penting dalam Asuransi, yaitu:[3]
1.
Pihak
tertanggung yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak penanggung,
sekaligus atau secara berangsur-angsur.
2.
Suatu
peristiwa yang tidak tentu jelas akan terjadi.
3.
Kepentingan
yang mungkin akan mengalami kerugian karena peristiwa yang tak tertentu.
Menurut Ketentuan Undang–undang No.2
tahun 1992 tertanggal 11 Pebruari 1992 tentang Usaha Perasuransian (UU Asuransi),
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi tersebut, maka
dalam asuransi terkandung empat unsur, yaitu:[4]
1.
Pihak
tertanggung yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak penanggung,
sekaligus atau secara berangsur-angsur (Asuransi Kerugian).
2.
Pihak
penanggung mempunyai kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada pihak
tertanggung, karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan.
3.
Suatu
kejadian atau peristiwa yang tidak tentu jelas akan terjadi.
4.
Kepentingan
(interest) yang mungkin akan mengalami kerugian karena peristiwa yang
tak tertentu.
Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka asuransi
merupakan suatu bentuk perjanjian dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana
dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun dengan karakteristik bahwa asuransi adalah
persetujuan yang bersifat untung-untungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal
1774 KUH Perdata. Menurut Pasal 1774 KUH Perdata, “Suatu persetujuan
untung–untungan (kans- overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang
hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara
pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah
perjanjian pertanggungan, bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan. Perjanjian
yang pertama diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.”
Dikatakan suatu persetujuan untung-untungan (kans-overeenkomst)
karena asuransi dianggap suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung
ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada
yang belum tentu.
Beberapa hal penting mengenai asuransi:
1. Merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata.
2. Perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya isi perjanjian tersebut
sudah ditentukan oleh Perusahaan Asuransi (kontak standar). Namun demikian, hal
ini tidak sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999
tertanggal 20April 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
3. Terdapat dua pihak di dalamnya yaitu Penanggung dan Tertanggung, namun
dapat juga diperjanjikan bahwa tertanggung berbeda pihak dengan yang akan
menerima tanggungan.
4. Adanya premi yang merupakan bukti bahwa tertanggung setuju untuk
diadakannya perjanjian asuransi.
5. Adanya perjanjian asuransi yang mengakibatkan kedua belah pihak terikat untuk
melaksanakan kewajibannya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada asuransi
adalah:[5]
1. Subjek hukum (penanggung dan tertanggung)
2. Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung
3. Benda asuransi dan kepentingan tertanggung
4. Tujuan yang ingin dicapai
5. Resiko dan premi
6. Evenemen (peristiwa yang tidak
pasti) dan ganti kerugian
7. Syarat-syarat yang berlaku
8. Polis asuransi
Ada 2 (dua) pihak yang terlibat di
dalam perjanjian asuransi, yaitu:
1.
Penanggung
atau verzekeraar, asuradur, penjamin; ialah mereka yang dengan mendapat premi,
berjanji akan mengganti kerugian atau membayar sejumlah uang yang telah
disetujui, jika terjadi peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya, yang
mengakibatkan kerugian bagi tertanggung. Jadi penanggung adalah sebagai subjek
yang berhadapan dengan (lawan dari); tertanggung. Dan yang biasanya menjadi
penanggung adalah suatu badan usaha yang memperhitungkan untung rugi dalam
tindakan-tindakannya.
2.
Tertanggung
atau terjamin, verzekerde, insured, adalah manusia dan badan hukum,
sebagai pihak yang berhak dan berkewajiban, dalam perjanjiaan asuransi, dengan
membanyar premi.Tertanggung ini dapat dirinya sendiri ; seorang ketiga; dan
dengan perantaraan seorang makelar.
B. Prinsip-prinsip
Asuransi
Prinsip-prinsip hukum yang terdapat didalam asuransi ini, membantu
menjelaskan tentang dasar-dasar kontrak asuransi. Pemahaman kareteristik
prinsip-prinsip asuransi tersebut akan membantu konsumen asuransi dalam membaca
dan memahami kontrak asuransi serta mendalami konsepsi hokum yang melatar
belakangi kontrak asuransi pada umumnya
Prinsip-prinsip perjanjian asuransi, yaitu :
1.
Prinsip
Ganti Kerugian (Indemnity)
Perjanjian
asuransi ini bertujuan memberikan ganti terhadap kerugian yang diderita oleh
tertanggung yang disebabkan oleh bahaya sebagaimana ditentukan dalam polis.
Besarnya nilai ganti rugi adalah sama dengan besarnya kerugian yang diderita
oleh tertanggung, tidak lebih kecuali ditentukan lain di dalam undang-undang,
maka suatu obyek yang telah dipertanggungkan secara penuh dalam jangka waktu
yang sama, tidak dapat dipertanggungkan lagi.
2.
Prinsip
Kepentingan yang Diasuransikan ( Insurable Interest)
Berdasarkan
prinsip ini, pihak yang bermaksud akan mengasuransikan sesuatu harus mempunyai
kepentingan dengan barang yang akan diasuransikan . Dan agar kepentingan itu
dapat diasuransikan , maka kepentingan itu harus dapat dinilai dengan uang.
3.
Prinsip
Itikad Baik yang Sempurna (Utmost Goodfaith)
Didalam
perjanjian asuransi, tertanggung diwajibkan untuk memberitahukan segala sesuatu
yang diketahuinya, mengenai obyek atau barang yang dipertanggungkan secara
benar. Keterangan yang tidak benar atau informasi yang tidak diberikan kepada
penanggung walaupun dengan itikad baik sekalipun dapat mengakibatkan batalnya
perjanjian asuransi . Prinsip ini diatur dalam pasal 251.Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang.
4.
Prinsip
Subrogasi bagi Penanggung (Subrogation)
Prinsip ini
sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari prinsip indemnity, yaitu yang hanya
memberikan ganti rugi kepada tertanggung sebesar kerugian yang dideritanya.
Apabila tertanggung setelah menerima ganti rugi ternyata mempunyai tagihan
kepada pihak lain, maka tertanggung tidak berhak menerimanya, dan hak itu
beralih kepada penaggung. Prinsip ini diatur secara tegas dalam Pasal 284 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang, yang berbunyi : Seorang penanggung yang telah
membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si
tertanggung dalam segala hak diperolehnya terhadap orang-orang ketiga,
berhubung dengan penerbitan kerugian tersebut, dan si tertanggung itu adalah
bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung
terhadap orang-orang ketiga itu.
C.
Tujuan asuransi
Tujuan dari asuransi adalah untuk meringankan beban risiko yang
dihadapi oleh tertanggung dengan memperoleh ganti rugi dari penanggung
sedemikian rupa hingga:[6]
1.
Tertanggung
terhindari dari kebangkrutan sehingga dia masih mampu berdiri seperti sebelum
menderita kerugian
2. Mengembalikan tertanggung kepada posisinya semula seperti sebelum
menderita kerugian
D.
Jenis-Jenis Asuransi
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Pasal 1 ayat (1) digariskan
ada dua jenis asuransi, yaitu:[7]
1.
Asuransi
kerugian (loss insurance), dapat diketahui dari rumusan: “Untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita oleh
tertanggung.”
2.
Asuransi
jumlah (sum insurance), yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi sosial,
dapat diketahui dari rumusan: “Untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”
Rumusan dalam undang-undang di atas searah dengan praktik asuransi
pada umumnya yang dibagi menjadi dau bagian besar, yaitu Asuransi Kerugian dan
Asuransi Jiwa.
a.
Asuransi
Kerugian
Asuransi kerugian adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh
tertanggung dan penanggung (perusahaan asuransi), dimana tertanggung bersedia
membayar sejumlah uang (premi asuransi) kepada penanggunguntuk jangka waktu
tertentu, dan penanggung bersediamemberikan ganti kerugian kepada tertanggung
manakala akibat peristiwa yang tidak diduga-duga.
Inti asuransi kerugian adalah menutup asuransi untuk suatu
peristiwa karena kerusakan atau kemusnahan harta benda yang dipertanggungkan
(sebab-sebab atau bahaya-bahaya yang disebut dalam kontrak atau polis
asuransi). Dalam asuransi kerugian, penanggung menerima premi dari tertanggung
dan apabila terjadi kerusakan atau kemusnahan atas harta benda yang
dipertanggungkan, maka ganti kerugian akan dibayarkan kepada tertanggung.
Adapun jenis asuransi kerugian:[8]
a.
Asuransi
kebakaran
b.
Asuransi
kehilangan dan kerusakan
c.
Asuransi
laut
d.
Asuransi
pengangkutan
e.
Asuransi
kredit
f.
Asuransi
kendaraan bermotor
g.
Asuransi
kerangka kapal
h.
Construction
All Risk (CAR)
i.
Property / Industrial All Risk
j.
Asuransi
Customs Bond
k.
Asuransi
Surety Bond
b.
Asuransi
Jiwa atau Asuransi Jumlah
Asuransi jiwa diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
hanya dijumpai tujuh pasal yaitu Pasal 302 sampai dengan Pasal 308.
Pasal 302 KUHD sebagai dasar asuransi jiwa, yang menyatakan bahwa:
“Jika seorang dapat guna keperluan seseorang yang berkepentingan,
dipertanggungkan, baik untuk selama hidupnya jiwa itu, baik untuk suatu waktu
yang ditetapkan dalam perjanjian.”
Pengertian asuransi jiwa yang terdapat pada ketentuan Pasal 302 di
atas lebih menekankan kepda suatu waktu yang ditentukan dalam asuransi jiwa.
Sedangkan untuk waktu selama hidupnya tidak ditetapkan dalam perjanjian.
Dalam asuransi jiwa, penanggung menerim premi dari tertanggung dan
apabila tertanggung meninggal, maka santunan (uang pertanggungan) dibayarkan
kepada ahli waris atau seseorang yang ditunjuk dalam polis sebagai penerima
santunan.
Adapun jenis-jenis asuransi jiwa atau jumlah:
a.
Asuransi
kecelakaan
b.
Asuransi
kesehatan
c.
Asuransi
jiwa kredit
Produk asuransi jiwa dalam praktik dijumpai sebagai berikut:
a.
Produk
Asuransi Jiwa
1)
Asuransi
Jiwa Murni (Whole Life Insurance)
2)
Asuransi
Jiwa Berjangka Panjang
3)
Asuransi
Jiwa Jangka Pendek (Term Insurance)
b.
Produk
asuransi jiwa dalam program asuransi sosial
1)
Program
Dana Pensiun dan Tabungan Hari Tua bagi pegawai negeri dan ABRI yang
diselenggarakan oleh PT TASPEN dan PT ASABRI
2)
Asuransi
Wajib Sosial yang diatur dalam UU No.33 Tahun 1964/PP No.17 Tahun 1965 tentang
Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan UU No.34 Tahun 1964/PP No.18
Tahun 1965 Dana Kecelakaan Lalu Lintas
3)
Asuransi
Kesehatan dan Tabungan Hari Tua yang dikeluarkan oleh PT JAMSOSTEK
Perbedaan antara asuransi kerugian dan asuransi pertanggungan jiwa:
No
|
Masalah
|
Asuransi Kerugian
|
Asuransi Jiwa/Jumlah
|
1
|
Para pihak
|
Penanggung dan tertanggung
|
Penutup asuransi (pembayar polis), penanggung dan tertanggung
|
2
|
Objeknya
|
Barang
|
Jiwa
|
3
|
Kepentingan
|
Kewajiban bernilai uang
|
Hubungan kekeluargaan (tidak bernilai uang)
|
4
|
Evenement
|
Peristiwa tertentu yang mengakibatkan kerugian
|
Hilangnya nyawa
|
E.
Sanksi[9]
Pemerintah telah menentukan sanksi bagi perusahaan asuransi yang
melakukan pelanggaran.
1.
Sanksi
Administratif
Setiap perusahaan perasuransian yang
tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1992 tertanggal
30 Oktober 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (PP No.73/1992)
serta peraturan pelaksanaannya yang berkenaan dengan:
a.
Perizinan
usaha
b.
Kesehatan
keuangan
c.
Penyelenggaraan
usaha
d.
Penyampaian
laporan
e.
Pengumuman
neraca dan perhitungan laba rugi atau tentang pemeriksaan langsung
Dikenakan sanksi peringatan, sanksi pembatasan kegiatan usaha dan
sanksi pencabutan izin usaha (Pasal 37 PP No.73/1992).
Tanpa mengurangi
ketentuan Pasal 37, maka terhadap:
1.
Perusahaan
Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang tidak menyampaikan laporan keuangan
tahunan dan laporan operasional tahunan dan atau tidak mengumumkan neraca dan
perhitungan laba rugi, sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan, dikenakan
denda administratif Rp.1.000.000 (satu juta rupiah) untuk setiap hari
keterlambatan.
2.
Perusahaan
Pialang Asuransi atau Perusahaan Pialang Reasuransi yang tidak menyampaikan
laporan operasional tahunan sesuai dengan jangka waktu yangditetapkan dikenakan
denda administratif Rp.500.000 (lima ratus ribu rupiah) untuk setiap hari
keterlambatan (Pasal 38 PP No.73/1992).
2.
Sanksi
Pidana
Sanksi pidana dikenakan pada kejahatan perasuransian yang diatur dalam
Pasal 21 UU Asuransi, berikut ini:
a.
Terhadap
pelaku utama
Orang yang
menjalankan atau menyuruh menjalankan usaha, menggelapkan premi asuransi,
menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan dan atau mengagunkan tanpa
hak kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau
Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp.2.500.000.000 (dua miliar lima ratus
juta rupiah)
b.
Terhadap
pembantu pelaku
Orang yang
menerima, menadah, membeli atau mengagunkan atau menjual kembali kekayaan
perusahaan hasil penggelapan dengan cara tersebut yang diketahuinya atau patut
diketahuinya bahwa barang-barang tersebut adalah kekayaan Perusahaan Asuransi
Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, diancam
dengan pidan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
c.
Terhadap
pemalsu dokumen
Orang yang secara sendiri-sendiri
atau bersama-sama melakukan pemalsuan atas dokumen Perusahaan Asuransi Kerugian
atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana
paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.250.000.000 (dua ratus
lima puluh juta).
BAB III
Pembahasan
A.
Perbedaan Asuransi Menurut Pasal 246 KUHD, Undang-undang No.2 Tahun
1992 dan menurut BW Pasal 1774
1. Asuransi menurut Pasal 246 KUHD
Dalam pasal 246 KUHD berbunyi sebagai berikut :
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu
perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang
tertanggung, dengan menerima uang premi, untuk memberikan penggantian kepadanya
karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan
yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa tak tertentu.”
Dengan demikian, asuransi mempunyai tujuan
pertama-tama ialah mengalihkan risiko yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa
yang tidak pasti , yang tidak diharapkan terjadinya itu kepada orang lain yang
mengambil risiko itu, untuk mengganti kerugian. Oleh karena itu, selama tidak
ada kerugian, penanggung tidak akan membayar ganti kerugian kepada tertanggung.[10]
Secara redaksional, rumusan yang terdapat dalam
pasal 246 KUHD lebih mengutamakan kepada asuransi kerugian. Hal itu sehubungan dengan
kalimat: suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan,
lebih menonjol kepada sesuatu yang dinilai dengan uang. Namun, pemberian uang
oleh penanggung bukanlah murni merupakan suatu penggantian kerugian, oleh
karena jiwa manusia tidak mungkin dinilai dengan uang. Rumusan definisi
pertanggungan dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum dagang (KUHD) berlaku
bagi segala macam pertanggungan, dengan demikian berlaku bagi pertanggungan
kerugian maupun bagi pertanggungan sejumlah uang atau pertanggungan
jiwa.
2.
Asuransi
menurut Undang-undang No.2 Tahun 1992
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak
atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung
dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung
yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.”
Dari pengertian asuransi pasal 1 UU No. 2, maka yang menjadi obyek
asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia,
tanggung-jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak,
rugi, dan atau berkurang nilainya. Pasal 3 ayat-a UU No. 2 tahun 1992
menyebutkan tentang jenis usaha asuransi meliputi usaha asuransi kerugian,
usaha asuransi jiwa dan usaha reasuransi.
3. Menurut Pasal 1774 KUHPerdata
“Suatu persetujuan untung–untungan (kans- overeenkomst) adalah suatu
perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun
bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian
adalah perjanjian pertanggungan, bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan.
Perjanjian yang pertama diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.”
Produk asuransi merupakan produk janji, artinya yang dijual adalah
suatu janji yang harus ditepati apabila risiko yang diperjanjikan terjadi.
Untuk itu perjanjian asuransi hanya diatur dalam satu-satunya pasal 1774 BW
(Buku III tentang: Perikatan, Bab-XV tentang “perjanjian untung-untungan”
bagian ke-1 tentang ketentuan umum).
Kalimat terakhir dari pasal ini memberikan pengertian bahwa dalam
asuransi atau pertanggungan berlaku asas “lex specialis derogaat lex
generale” artinya undang-undang yang berlaku umum. Apabila pertanggungan
dapat memenuhi ketentuan yang diatur dalam KUHD, maka pertanggungan bukan
perjanjian untung-untungan.
Menurut Pasal 1774 KUHPerdata, asuransi atau Perjanjian pertanggungan
termasuk kepada perjanjian untung-untungan (Kans Overenkoms/chance
agreatment).
a. Perjanjian pertanggungan masuk perjanjian untung-untungan karena
perjanjian ini dikaitkan pada peristiwa tak tentu secara teori.
Dalam teori pertanggungan termasuk kepada perjanjian untung-untungan karena
peristiwa belum tentu terjadi.
Misalnya :
1) Perjanjian pertaruhan / perjudian
2) Perjanjian pertanggungan
3) Perjanjian seorang mendapat keuntungan seumur hidup
b. Perjanjian pertanggungan tidak termasuk perjanjian untung-untungan karena:
1) Adanya premi dan ganti rugi
Jadi adanya
keseimbangan hak dan keajiban
2) Unsur kepentingan adalah syarat mutlak
3) Karena apabila terjadi wanprestasi dapat diajukan kepengadilan
Dalam prakteknya tidak semua perjanjian itu termasuk perjanjian
untung-untungan karena :
a. Berkaitan dengan peralihan resiko
1) Dalam pertanggungan ada peralihan resiko dari tertanggung kepada penanggung
dan orang yang mendapat resiko mendapatkan premi untuk itu adanya
keseimbangan antara premi dengan resiko
2) Sedangkan dalam pertaruhan tidak ada keseimbangan atau azas keseimbangan
resiko itu tidak terlalu dipentingkan.
b. Berkaitan dengan unsur kepentingan
1) Dalam pertanggungan harus ada unsur kepentingan jika tidak ada unsur
kepentingan maka perjanjian asuransi batal.
2) Dalam pertaruhan tidak ada unsur kepentingan
c. Hak untuk menggugat
1) Setiap pelanggaran dari asuransi para pihak dapat menggugat dan digugat ke
pengadilan
2) Pertaruan tidak dapat digugat ke pengadilan
Dari definisi tentang asuransi di atas kita dapat memahami bahwa sebenarnya
substansi hukum yang diatur hampir memiliki kesamaan. Inti dari asuransi adalah
adanya suatu pertanggungan terhadap kerugian dengan dilaksanakan telebih dahulu
perjanjian antara pihak penanggung dan tertanggung.
Namun jika kita amati lebih dalam, ada perbedaan diantara ketiganya, yaitu
dalam pasal 1 Undang-Undang No. 2 tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian ada
tambahan aturan hukum yang sebelumnya tidak diatur dalam KUHD. Seperti dalam
kalimat, “Atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.” Artinya di dalam Undang-undang ini
tambahan yang dimaksud adalah adanya tambahan dari pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung yang di dalam KUHD sendiri tidak diatur.
Dan hal pokok yang membedakannya lagi adalah bahwa dalam undang-undang
asuransi tersebut ada penekanan terhadap pembayaran bagi orang yang di
pertanggungkan baik hidup atau meninggal. Sedangkan dalam Pasal 1774 KUHPerdata
disebutkan bahwa asuransi termasuk kedalam perjanjian untung-untungan mengenai
untung ruginya suatu pihak yang bergantung kepada suatu kejadian yang belum
tentu.
B. Perbedaan Asuransi dari Segi Jenisnya
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Pasal 1 ayat (1) digariskan
ada dua jenis asuransi, yaitu:
1.
Asuransi
kerugian (loss insurance), dapat diketahui dari rumusan: “Untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita oleh
tertanggung.”
2.
Asuransi
jumlah (sum insurance), yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi sosial,
dapat diketahui dari rumusan: “Untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”
Perbedaan antara asuransi kerugian dan asuransi pertanggungan jiwa:
1.
Asuransi
kerugian
a.
Para
pihak : penanggung dan tertanggung
b.
Objeknya
: barang
c.
Kepentingan
: kewajiban bernilai uang
d.
Evenement
: peristiwa tertentu yang mengakibatkan kerugian
2.
Asuransi
jiwa
a.
Para
pihak : penutup asuransi (pembayar polis), penanggung dan tertanggung
b.
Objeknya
: jiwa
c.
Kepentingan
: hubungan kekeluargaan (tidak bernilai uang)
d.
Evenement
: hilangnya nyawa.
C.
Perbedaan Asuransi dengan Judi menurut Pasal 1774 KUHPerdata
Perbedaan antara Asuransi dengan Perjudian dapat
dilihat pada pasal 1774 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang berbunyi :
“Suatu persetujuan untung-untungan adalah suatu
perbuatan yang hasilnya, mengenai
untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara
pihak, bergantung
pada suatu kejadian yang belum tentu.
Demikian
adalah :
Persetujuan pertanggungan
Bunga cagak hidup
Perjudian dan pertaruhan.
Perjanjian yang pertama diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.”
Perihal Persetujuan Pertanggungan (Asuransi) telah
diatur terpisah dalam KUHD., sedangkan persetujuan Bunga Cagak Hidup dan
Perjudian atau Pertaruhan diatur dalam KUHPerdata.
Berikut perbedaan asuransi dengan judi:
No
|
Asuransi
|
Judi
|
||||
1
|
Ada atau tidaknya
asuransi, risiko tetap ada. Adanya perjanjian asuransi hanyalah alat untuk
memindahkan akibat risiko itu kepada orang lain, dan berusaha untuk
mengurangi atau menghilangkannya.
|
Risiko baru ada setelah ada perjanjian untuk mengadakan permainan judi,
Kalau perjanjian tidak diadakan, risiko itu tidak ada sama sekali.
|
||||
2
|
Kejadian dari risiko dapat
terjadi, tetapi belum pasti
akan terjadi.
|
Akibat dari risiko yang ditimbulkan pasti terjadi, hanya hasil
kejadiannya tidak pasti, (siapa yang menang)
|
||||
3
|
Tidak ada pihak yang untung atau
rugi.
|
Satu pihak akan untung sedangkan pihak lainnya akan rugi.
|
||||
4
|
Berfaedah terhadap perekonomian
masyarakat.
|
Sama sekali tidak berfaedah bagi masyarakat.
|
||||
5
|
Didukung/diijinkan oleh Undang-
undang.
|
Lazimnya tidak didukung.
|
||||
6
|
Bahaya yang terjadi tidak diinginkan oleh kedua belah pihak.
|
Akibat yang terjadi justru diinginkan
(oleh yang menang).
|
||||
7
|
Jaminan yang diberikan adalah untuk menjamin
kepentingan dari yang ditanggung.
|
|
||||
8
|
Besarnya jumlah
penggantian yang akan diberikan belum diketahui dengan pasti lebih dahulu.
|
Jumlah yang akan diperoleh pada umum-nya telah
diketahui lebih dahulu.
|
D. Persamaan Asuransi menurut Pasal 246
KUHD, Undang-undang No.2 Tahun 1992 dan menurut Pasal 1774 KUHPerdata
Dari seluruh definisi tentang asuransi di atas
kita dapat memahami bahwa sebenarnya substansi hukum yang diatur hampir
memiliki kesamaan. Inti dari asuransi adalah bertujuan melakukan perlindungan
akan kerugian ataupun resiko yang akan dihadapi dimasa yang akan datang. Suatu pertanggungan terhadap kerugian dalam asuransi dilakukan dengan
dilaksanakan telebih dahulu perjanjian antara pihak penanggung dan tertanggung.
Jika perjanjian telah dibuat dan semua pihak setuju dengan perjanjian tersebut,
maka asuransi dapat terlaksana dengan baik.
Tujuan orang melakukan perlindungan asuransi bagi diri atau harta
bendanya adalah agar adanya jaminan
perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang mungkin diderita pada suatu saat
nanti, sehingga bagi orang yang mengasuransikan dirinya ataupun harta bendanya
dia mengalihkan resiko tersebut kepada perusahaan asuransi dengan membayar
sejumlah premi sehingga dia akn merasa sedikit aman jika hal-hal yang tidak
terduga itu yang bisa berakibat buruk terjadi dikemudian hari. Namun yang perlu
diingat , jika kita mengasuransikan diri kita atau harta benda kita bukan
berarti kita tidak menghilangkan kerugian. namun ketika adanya kerugian, dengan
adanya asuransi akan meringankan kerugian yang terjadi. contohnya dalam
asuransi diri, ketika kita mengasuransikan diri kita dan meninggal dikemudian
hari maka ahli waris kita menerima sejumlah dana atas asuransi tersebut yang
akan meringankan beban atas keluarga. Juga ketika mengasuransikan harta benda
kita contohnya rumah kita, ketika suatu saat terjadi kebakaran maka kita
mendapat dana dari asuransi tersebut sehingga kita tidak merasa rugi besar atas
kebakaran rumah tersebut karna pihak perusahaan menggantikannya.
E. Persamaan
Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah
Persamaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah: jika diamati
dengan saksama, ditemukan titik-titik kesamaan antara asuransi konvensional
dengan asuransi syariah, di antaranya sebagai berikut:
1. Akad kedua asuransi ini berdasarkan kerelaan dari masing-masing pihak.
2. Kedua-duanya memberikan jaminan keamanan bagi para anggota;
3. Kedua asuransi ini memiliki akad yang bersifad mustamir (terus);
4. Kedua-duanya berjalan sesuai dengan kesepakatan masing-masing pihak.
BAB IV
SIMPULAN
1.
Menurut
Ketentuan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Asuransi atau
Pertanggungan adalah Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin
dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).
Sedangkan
menurut Ketentuan Undang–undang No.2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (UU
Asuransi), Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari
suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Dan menurut Pasal 1774 KUH Perdata, Asuransi adalah suatu perbuatan yang
hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara
pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah
perjanjian pertanggungan, bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan.
Perjanjian yang pertama diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.”
2.
Prinsip-prinsip
asuransi terdiri dari:
a.
Prinsip
ganti kerugian (indemnity)
b.
Prinsip
kepentingan yang diasuransikan (insurable interest)
c.
Prinsip
itikad baik yang sempurna (utmost goodfaith)
d.
Prinsip
subrogasi bagi penanggung (subrogation)
3.
Asuransi
memiliki tujuan sebagai:
Tujuan dari
asuransi adalah untuk meringankan beban risiko yang dihadapi oleh tertanggung
dengan memperoleh ganti rugi dari penanggung sedemikian rupa hingga:
a.
Tertanggung
terhindari dari kebangkrutan sehingga dia masih mampu berdiri seperti sebelum
menderita kerugian
b. Mengembalikan tertanggung kepada posisinya semula seperti sebelum
menderita kerugian
4. Asuransi terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
a. Asuransi kerugian (loss insurance), yaitu untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan.
b. Asuransi jumlah (sum insurance), yaitu untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
DAFTAR PUSTAKA
Asikin, Zainal. 2013. Hukum Dagang. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Dewi, Gemala. 2006. Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syari’ah di Indonesia. Jakarta: Kencana
Prenada Group.
Pasal
246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Prodjodikoro, Wirjono. 1986. Hukum Asuransi di Indonesia. Penerbit
Intermasa.
Rasyid Ridho, Muhammad (2015). Hukum Asuransi. Diambil dari:
http://dokumen.tips/ education/hukum-asuransi-5584b6662dcb7.html pada 13 November 2015 pada pukul 09.24 wib.
Simorangkir,Rudy Erwin dan Prasetyo. 2009. Kamus Hukum.
Jakarta: Sinar Grafika.
Subekti. 2001. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT.
Intermasa.
Wirjono Prodjodikoro, S.H., Hukum Asuransi di
Indonesia, Penerbit PT Intermasa,
1986;
Wirjono Prodjodikoro, S.H., Hukum Asuransi di
Indonesia, Penerbit PT Intermasa,
1986;
Syarifin, Pipin dan Dedah Jubaedah.
2012. Hukum Dagang di Indonesia. Bandung: CV Pustaka Setia.
Wahyu, Arga (2011). Asuransi. Diambil
dari: http://argawahyu.blogspot.
co.id/2011/08/asuransi.html
pada 12 Desember 2015 pukul 20.19 wib.
[1]
J.C.T.Simorangkir,Rudy Erwin,J.T Prasetyo, Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,
2009, hlm. 182.
[2] Pipin
Syarifin dan Dedah Jubaedah.Hukum Dagang di Indonesia.CV Pustaka
Setia.Bandung.2012.hlm.251.
[3] Pasal
246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
[4] Zainal
Asikin,Hukum Dagang,PT Raja Grafindo Persada,Jakarta,2013,hlm.275.
[5]
Ibid.,hlm.277
[6] Radiks
Purba, Mengenal Asuransi Angkutan Darat dan Udara, Jakarta, Djambatan,
1997, hlm.3.
[7] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992
[8] H.M.N.
Purwosutjipto,Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia,Jambatan,Jakarta,2003,hlm.26.
[9]Ibid.,hlm.290.
[10] Djoko Prakoso, I
Ketut Murtika, Hukum Asuransi Indonesia, hlm.261.
What to know about slots and other table games - Dr.
BalasHapusIf 통영 출장샵 you're not familiar with slot machines, you'll find 안성 출장마사지 that the most 전주 출장샵 popular 거제 출장샵 table games at 서산 출장샵 the casino include blackjack, roulette and