Senin, 01 Februari 2016

Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Hukum perdata adalah serangkaian peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dan oranglain, dengan menitik beratkan pada kepentingan individu atau perseorangan[1]. Sedangkan hukum dagang ialah hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia-manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya, dalam lapangan perdagangan[2] 
Hukum perdata diatur dalam KUHPerdata dan Hukum dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Ini menunjukan hubungan antara hukum perdata dan hukum dagang. Hukum perdata merupakan hukum umum atau disebut juga lex generalis dan hukum dagang merupakan hukum khusus atau disebut juga lex specialis. Dengan diketahuinya sifat dari kedua hukum tersebut, maka dapat disimpulkan hubungan antara hukum dagang (lex specialis) dan hukum perdata (lex generalis).
Untuk mengatur hukum dagang yang merupakan lex specialis maka hukumdagang dapat mengesampingkan hukum perdata yang merupakan lex generalis. Ini disimpulkan dari adagium Kitab Undang-Undang Hukum Dagang pasal 1: “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang”.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Hukum Perdata?
2.      Apa Pengertian Hukum Dagang?
3.      Bagaimana Sejarah Hukum Perdata?
4.      Apa Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang?
C.    Tujuan
1.      Dapat mengerti apa itu Hukum Dagang
2.      Dapat mengerti Hubungan antara Hukum Perdata dan Hukum Dagang

BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Pengertian Hukum Perdata, Hukum Dagang, dan Hukum Bisnis
Hukum Perdata menurut R. Subekti adalah segala hukum pokok yang mengatur kepentingan seseorang.
Sudikno Mertokusumo menyebutkan bahwa hukum perdata adalah hukum antara perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban orang perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban orang perseorangan yang satu terhadap yanglainnya dari dalam hubungan kekeluargaan dan dalam pergaulan masyarakat yang pelaksanaannya diserahkan pada masing-masing pihak.
Dapat disimpulkan bahwa hukum perdata adalah serangkaian peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dan oranglain, dengan menitik beratkan pada kepentingan individu atau perseorangan[3].
Hukum perdata menentukan bahwa setiap orang harus menundukan diri pada semua norma yang harus merekai ndahkan. Hukum perdata memberikan norma-norma yang didasarkan atas keadilan dan kepantasan. Adapun yang dimaksud dengan hukum perdata dalam arti luas adalah bahan hukum sebagaimana tertera dalam KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek), KUHDagang beserta sejumlah undang-undang tambahan. Dalam arti sempit, hukum perdata adalah semua hal yang tertera dalam KUHPerdata[4].
B.     Pengertian Hukum Dagang
Sedangkan, hukum dagang menurut C.S.T Kansil, adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan dalam usahanya memperoleh keuntungan. Dalam kata lain mengatakan, hukumdagang ialah hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan hukum satu sama lainnya, dalam lapangan perdagangan[5].
Van Apeldoom menganggap, hukum dagang adalah suatu bagian istimewa darilapangan hukum perikatan (verbintenissenrecht) yang tidak dapat ditetapkan dalm Buku III KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek)[6].
Purwositjipto, memandang dari sudut hukum perdagangan, bahwa hukum dagang adalah hukum perdata khusus (adagium lex specialis dan lex generalis, dari pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang)[7].
Soekardono, mengemukakan bahwa hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata padaumumnya, yakni yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan-perikatan yang diatur dalam buku III BW. Hukum dagang adalah himpunan peraturan yang mengatur seseorang dengan orang lain dalam kodifikasi kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Oleh karena itu, hukum dagang dapat pula dirumuskan sebagai serangkaian kaidah yang mengatur tentang dunia usaha atau bisnis dan dalam lalu lintas perdagangan[8].
Dapat disimpulkan bahwa hukum dagang adalah ketentuan-ketentuan hukumperikatan yang timbul, khusus dari lapangan perusahaan dalam lalu lintas perdagangan, baik pengaturannya dalam KUHDagang dan Buku III KUHPerdata maupun yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan RepublikIndonesia, yang disebut hukum bisnis atau business law.
Sumber-sumber hukum dagang di Indonesia diatur dalam,
1.      Hukum tertulisyang dikodifikasikan:
a.       Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K.);
b.      Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2.      Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yakni peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan.
KUHD Indonesia sudah berumur kira-kira satu abad yang lalu dibawa orang Belanda ke Indonesia,mula-mula ia hanya berlaku bagiorang Eropa di indonesia (berdasarkan asas konkordasi). Kemudian juga dinyatakan  berlaku juga bagi orang-orang Timur Asing, akan tetapi tidak berlaku seluruhnya untukorang-orang Indonesia (hamya bagian-bagian tertentu saja).
KUHD yang mulai berlaku di Indonesia pada 1 mei 1848 terbagi atas dua Kitab dari 23 Bab, Kitab I terdiri dari 10 bab dan kitab II terdiri dari 13 bab.
C.    Sejarah Hukum Perdata
Perjalanan sejarah dari terbentuknya Burgerlijk Wetboek (BW) berawal dari lima puluh tahun sebelu Masehi,yaitu pada saat Julius Caesar berkuasa di Eropa Barat, Hukum Romawi telah berlaku di Perancis yang berdampingan dengan hukum Perancis Kuno yang berasal dari Germania yang saling mempengaruhi.
Adapun kodifikasi hukum perdata di Perancis baru berhasil diciptakan setelah Revolusi Perancis (1785-1795), ketika pada tanggal 12 Agustus 1800 Napoleon membentuk suatu panitia yang diserahi tugasmembuat kodifikasi.
Kodifikasi hukum perdata Perancis harus selesai dibentuk pada tahun 1804 dengan nama Code Civil des Francais yang mulai berlaku sejak tanggal 21 maret 1804. Setelah diadakan sedikit perubahan, pada tahun 1807 diundangkan dengan nama Code Napoleon, kemudian disebut dengan Code Civil Prancis. Sejak tahun 1811 hingga tahun 1838, setekah disesuaikan dengan keadaan di negeri Belanda, Code Civil Prancis berlaku sebagai kitab undang-undang yang resmi dei negeri Belanda karena Belanda berada dibawah jajahan Prancis.[9]
Setelah berakhir kedudukan Prancis pada tahun 1813, berdasarkan Undang-Undang Dasar negeri Belanda tahun 1814 (pasal 100) dibentuk suatu panitia yang bertugas membuat rencan kodifikasi hukum perdata. Panitia ini yang diketuai Mr.J.M.Kemper. Pada tahun 1816 oleh Kemper disampaikan kepada Raja suatu rancangan kodifikasi hukum perdata, tetapi tidak diterima oleh para ahli hukum bangsa Belgia. Setelah mengalami sedikit perubahan, rancangan itu disampaikan kepada Perwakilan Rakyat Belanda pada tanggal 22 november 1920. Pada tahun 1822 rencana Kemper ditolak oleh Perwakilan Rakyat Belanda. Setelah Kemper meninggal dunia pada tahun 1824, pembuatan kodifikasi dipimpin oleh Nicolai dengan metode kerja yang baru, yaitu menyusun daftar pertanyaan tentang hukum yang berlaku yang akan dinilai parlemen.
Setelah diketahui pertanyaan mayoritas, panitia lalu menyusun rencana dan mengajukannya ke parlemen untuk diputuskan. Pada tahun 1829 pekerjaan itu selesai dan diakhiri dengan baik undang-undang yang awalnya terpisah, kemudian dihimpun dalam satu kitab undang-undang, diberinomor urut, lalu diterbitkan, dan ditetapkan tanggal 1 Februari 1831.
Muncul sebuah persoalan ketika dalamperjalanan yang membawa kitab-kitab hukum itu terlambat tiba di Indonesia sehingga menimbulka terhambatnya segala persiapan untuk memberlakukan perundang-undangan yang baru tersebut. Oleh karena itu, dengan Firman Raja tanggal 10 Februari 1847 Nomor 60 diberikan kuasa kepada Gubernur Hindia Belanda untuk mengundurkan penetapan sat berlakunya peraturan hukum tersebut.
Pada akhirnya, dengan suatu peraturan penjalan (invoeringverordening) yang bernama Bepalingen omtrent de Invoering van en de Overgang tot de Niewe Wetgeving (Stb. 1848 No. 10) yang disingkat dengan Overgangsbepalingen (peraturan peralihan) yang disusun oleh Mr. Wichers, kodifikasi hukum perdata (Burgerlijk Wetboek) menjadi berlaku di Hindia Belanda pada tanggal 1 Mei tahun 1848.
Untuk itu, sejarah perkembangan hukum perdata di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perkembangan ilmu hukum di negara Eropa lainnya. Artinya, perkembangan hukum perdata di Indonesia dipengaruhi oleh perkembangan hukum dinegara-negara lain, terutama yang mempunyai hubungan langsung. Indonesia sebagai negara yang berada dibawah pemerintahan Belanda, tidak akan terlepas dari kebijakan yang terjadi dan ditetapkan Belanda.



BAB III
PEMBAHASAN

A.    Hubungan Hukum Dagang dengan Hukum Perdata
Adanya hubungan yang erat antara hukum dagang dan hukum perdata, dapat diperhatikan dalam hubungan umum dan khusus, dipertegas oleh pembentuk undang-undang dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Hal ini dinyatakan secara jelas dalam Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang sebagai berikut:
“Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, selama dalam kitab Undang-Undang ini terhadap Kitab undang-undang Hukum Perdata tidak diadakan penyimpangan khusus, maka berlakujuga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam Kitab undang-Undang ini.”
Demikian pentingnya pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tersebut hingga prof. Soekardono mengatakan bahwa Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang “memelihara kesatuan antara Hukum Perdata dengan Hukum Dagang.”
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini tidak pada tempatnya oleh karena sebenarnya Hukum Dagang tidaklah lain dari hukum Perdata dan perkataan dagang bukanlah pengertian-hukum melainkan suatu pengertian-perekonomian[10].
Di Nederland sekarang ini sudah ada aliran yang bertujuan untuk menghapuskan pemisahan Hukum Perdata dalam dua Undang-Undang itu (bertujuan menyatukan hukum perdata dan hukum dagang hanya dalam satu undang-undang saja).
Pada beberapa negara, seperti Amerika dan Swiss, tidaklah terdapat suatu Kitab Undang-Undang Hukum dagang yang terpisah dari KUHS. Dahulu memang peraturan-peraturan yang termuat dalam KUHD dimaksudkan berlaku bagi “pedagang” saja, misalnya:
a.       Hanyalah orang pedagang diperbolehkan membuat wesel, dan
b.      Hanyalah orang pedagang dapat dinyatakan pailit; akan tetapi sekarang ini KUHD berlaku bagi setiap orang, juga bagi orang yang bukan pedagang sebagaimana KUHS berlaku bagi setiap orang termasuk juga seorang pedagang. Malahan dapat dikatakan, bahwa sumber yang terpenting dari Hukum Dagang adalah KUHS. Hal ini memang dinyatakan dalam pasal 1 KUHD, berbunyi:
“KUHS dapat juga berlaku dalam hal-hal yang diatur dalam KUHD sekadar KUHD itu tidak khusus menyimpang dari KUHS”
Hal ini berarti bahwa untuk hal-hal yang diatur dalam KUHD, sepanjang tidak terdapat peraturang-peraturan khusus yang berlainan, juga berlaku peraturan-peraturan KUHS.
Menurut Prof. Subekti, dengan demikian sudahlah diakui bahwa kedudukan KUHD terhadap KUHS adalah sebagai Hukum khusus terhadap hukum umum[11].
 Dapat disimpulan apabila Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus menyimpang dari kitab Undang-undang Hukum Perdata, mengenai hubungan ini berlaku adagium Lex Specialis derogat Lex Generalis (Hukum khusus menghapus hukum umum), bahwa hukum khusus dapat dibuktikan lagi dari Pasal 1319, 1339, 1347, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pasal 15, Pasal 396 KUHD. Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan kembali menurut ilmu hukum, artinya hukum khusus dimenangkan darihukum umum bahwa antara hukum dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdapat hubungan yang erat sekali, yaitu terjadi hubungan antara hukum khusus (lex Specialis) dan hukumumum (lex generalis).
Pembagian hukum privat dalam hukum perdata dan hukum dagang bukan pembagian asasi, melainkan pembagian ini berdasarkan sejarah hukum dagang. Letak hukum dagang dalam ruang lingkup hukum perdata adalah hukum perikatan yang menjadi hukum harta kekayaan selain hukum kebendaannya. Hukum dagang dimasukkan kedalam bagian hukum perikatan dan bukan hukum kebendaan karena tindakan-tindakan manusia dalam urusan dagang sehingga dengan sendirinya hukum dagang mengatur hak dan kewajiban antara pihak yang bersangkutan. Adapun hukum yang mengatur hak dan kewajiban antara para pihak disebut perikatan. Oleh karena itu hukum dagang termasuk pada hukum perikatan. Seperti halnya dalamketentuan 1319 Kitab undang-Undang Hukum Perdata bahwa semua perjanjian baik bernama maupun tidak bernama tunduk padaketentuan umum (KUHPerdata), jika pengaturannya tidak terdapat pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang,
Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan “Semua perjanjian baik yang bernama maupun tidak bernama tunduk pada ketentuan-ketentuan umum yang termuat dalam, bab ini dan bab yang lain.” Dalam hal ini, yang dimaksud dengantunduk pada ketentuan-ketentuan umum tersebut, yaitu perjanjian-perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dalam arti bahwa ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku juga pada perjanjian-perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang hukum Dagang.
Apabila KUHDagang tidak mengatur secara khusus, misalnya tentang syarat-syarat umum untuk sahnya suatu perjanjian, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak ada hal seperti itu, maka secara yuridis maka berlaku KUHPerdata. Misalnya, menurut Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan suatu persetujuan adalah suatu perbuatan yang terjadi antara satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih.
Mariam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa di dalam hukum perjanjian ada duabelas asas, yaitu[12]
1.      Asas kebebasan mengadakan perjanjian
2.      Asas konsensualisme (persesuaian kehendak)
3.      Asas kebiasaan
4.      Asas kepercayaan
5.      Asas kekuatan mengikat
6.      Asas persamaan hukum
7.      Asas keseimbangan
8.      Asas kepentingan umum
9.      Asas moral
10.  Asas kepatuhan
11.  Asas perlindungan bagi golongan lemah
12.  Asas sistem terbuka
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang hukum Dagang dalam kodifikasinya secara terpisah, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memiliki sejarah yang lebih tua daripada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Hubungan antara hukum dagang dan hukum ekonomi dapat diketahui bahwa hukumdagang indonesia merupakan terjemahan dari Wetboek van Koophandel Belanda dan berkaitan dengan diundangkannya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Indonesia sejak tahun 1848. Oleh karena itu, konsep pemikiran hukum dagang Indonesia merupakan konsep pemikiran ekonomi liberal yang masih berlaku pada tahun 1848, yang belum dipengaruhi aliran sosialisme yang baru timbul pada akhir abad 19 atau awal abad ke-20. Hukum dagang hanya menjelaskan pranata-pranata hukum pengaturannya pada masa lalu, mengenai pengaturan didalam suasana kolonial dengan sistem ekonomi yang belum terarah, dan hukum dagang tidak dapat menerangkan mengapa ada perbedaan perbedaan peraturan antara kredit usaha mikro, kecil, dan menengah. Akan tetapi Hukum Dagang dapat memberikan pengertian dasar yang diperlukan untuk dapat mempelajari hukum ekonomi Indonesia.

BAB IV
SIMPULAN
A.    Simpulan
Hukum dagang awalnya berinduk pada hukum perdata. namun lama-kelamaan hukum dagang mengkodifikasi aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yg skrg telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Ini menunjukan hubungan antara hukum perdata dan hukum dagang. Hukum perdata merupakan hukum umum atau disebut juga lex generalis dan hukum dagang merupakan hukum khusus atau disebut juga lex specialis. Dengan diketahuinya sifat dari kedua hukum tersebut, maka dapat disimpulkan hubungan yang sangat erat antara hukum dagang (lex specialis) dan hukum perdata (lex generalis).
Hukum Dagang adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hukum perikatan, karena hukum perikatan adalah hukum yang terdapat dalam masyarakat umum maupun dalam perdagangan

DAFTAR PUSTAKA

C.S.T. Kansil, Hukum Dagang Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1994
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum, Jakarta, Prestasi Pustaka Publisher, 2006
Pipin Syarifin, Dedah Jubaedah, Hukum Dagang Di Indonesia, Bandung, CV Pustaka Setia, 2012
Neng Yani Nurhayani, Hukum Perdata, Bandung, CV Pustaka Setia, 2015
Achmad Ichsan, Hukum Dagang, Jakarta, Pradnya Paramit, 1987


[1] C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2006, hlm. 199
[2] C.S.T. Kansil, Hukum Dagang Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hlm. 7
[3] Op.Cit
[4] Neng Yani Nurhayani, Hukum Perdata, CV Pustaka Setia, Bandung, 2015, hlm. 25
[5] Pipin Syarifin, Dedah Jubaedah, Hukum Dagang Di Indonesia, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012, hlm. 16
[6] Ibid, hlm. 17
[7] Ibid
[8] Ibid
[9] Neng Yani Nurhayani, Hukum Perdata, CV Pustaka Setia, Bandung, 2015, hlm. 35
[10] C.S.T. Kansil, Hukum Dagang Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hlm. 18
[11] Ibid, hlm. 19
[12] Pipin Syarifin, Dedah Jubaedah, Hukum Dagang Di Indonesia, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012, hlm 21

1 komentar: