BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pada praktiknya atau pada hukum formilnya Daluwarsa
memiliki pengaruh yang besar dalam membantu Hakim untuk memutuskan masalah atau
perkara. Meskipun
kendati Daluwarsa ini lebih di bahas secara spesifik
di hukum materilnya, terutama di kitab undang-undang hukum perdata (BW). Dalam
hal ini, terdapat berbagai macam pula hukum acara yang dianut oleh negara kita.
Di antaranya adalah Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Pidana, dan Hukum Acara
Tata Usaha Negara. Dengan adanya beberapa jenis hukum acara yang berbeda-beda tersebut
tentu Daluwarsa mempunyai spesifikasi dan
karakteristik tersendiri dalam bidang hukum masing-masing. Daluwarsa, Subyek Hukum Daluwarsa, Pengaturan Daluwarsa di
Dalam BW.Manakala Daluwarsa dihubungkan dengan Hukum perdata, para pakar hukum
memandangnya sebagai suatu hal yang perlu adanya penelusuran lebih lanjut.
Daluwarsa merupakan salah satu contoh yang sering terjadi didalam kehidupan
manusia sehari-hari, dalam bernegara bahkan Dunia. Didalam makalah ini terdapat
penjelasan-penjelasan mengenai pengertian Daluwarsa, macam-macam Daluwarsa, sebab-sebab yang dapat menangguhkan Daluwarsa,
sebab-sebab yang dapat mencegah Daluwarsa, cara memperhitungkan Daluwarsa dan
penghentian Daluwarsa.
Pembuatan makalah ini sendiri dilakukan
melalui pencampuran sumber yang berasal dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
dan beberapa buku panduan. Makalah ini mempunyai tujuan yang jelas yaitu, untuk meningkatkan
ilmu serta pengetahuan terutama dalam perkulian Hukum Perdata, yang pastinya
pembaca dapat memahami dengan sistematis tentang apa yang sudah di jabarkan
didalam makalah ini.
1
2
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan Daluwarsa ?
2.
Apa saja macam-macam Daluwarsa ?
3.
Apa yang menjadi sebab-sebab yang dapat
menangguhkan Daluwarsa ?
4.
Apa yang menjadi sebab-sebab yang dapat
mencegah Daluwarsa ?
5.
Bagaimana cara memperhitungkan Daluwarsa ?
6.
Bagaimana penghentian Daluwarsa ?
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui apa itu daluwarsa
2.
Untuk mengetahui macam-macam daluwarsa
3.
Untuk mengetahui sebab-sebab yang dapat
menangguhkan daluwarsa
4.
Untuk mengetahui sebab-sebab yang dapat
mencegah daluwarsa
5.
Untuk mengetahui cara memperhitungkan
daluwarsa
6.
Untuk mengetahui penghentian daluwarsa
BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG
ASPEK HUKUM LEWAT WAKTU MENURUT BUKU IV BW
A.
Ruang Lingkup Aspek Hukum Lewat Waktu Menurut
Buku IV BW
[1]Daluwarsa
ialah suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau suatu alasan untuk dibebaskan
dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan dengan terpenuhinya
syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang. Seseorang tidak boleh
melepaskan daluwarsa sebelum tiba waktunya, tetapi boleh melepaskan suatu
daluwarsa yang telah diperolehnya. Pelepasan daluwarsa dapat dilakukan secara
tegas atau secara diam-diam. Pelepasan secara diam-diam disimpulkan dari suatu
perbuatan yang menimbulkan dugaan bahwa seseorang tak hendak menggunakan suatu
hak yang telah diperolehnya.
Barangsiapa tidak
diperbolehkan memindahtangankan sesuatu juga tidak boleh melepaskan daluwarsa
yang diperolehnya. Hakim, karena jabatannya tidak boleh mempergunakan
daluwarsa. Pada setiap tingkat pemeriksaan perkara, dapat diajukan adanya
daluwarsa, bahkan pada tingkat banding pun. Kreditur atau orang lain yang
berkepentingan dapat melawan pelepasan daluwarsa yang dilakukan oleh debitur
yang secara curang bermaksud mengurangi hak kreditur atau orang yang lain
tersebut. Seseorang tidak dapat menggunakan daluwarsa untuk memperoleh hak
milik atas barang-barang yang tidak beredar dalam perdagangan. Pemerintah yang
mewakili negara, kepala pemerintahan daerah yang bertindak dalam jabatannya,
dan lembaga-lembaga umum tunduk pada daluwarsa sama seperti orang perseorangan,
dan dapat menggunakannya dengan cara yang sama.
Untuk memperoleh hak
milik atas sesuatu dengan upaya daluwarsa, seseorang harus bertindak sebagai
pemilik sesuatu itu dengan menguasainya secara terus-menerus dan tidak
terputus-putus, secara terbuka di hadapan umum dan secara tegas. Perbuatan
memaksa, perbuatan sewenang-wenang, atau perbuatan membiarkan begitu saja
tidaklah menimbulkan
4
suatu bezit yang dapat membuahkan
daluwarsa. Seseorang yang sekarang menguasai suatu barang, yang membuktikan
bahwa ia menguasai sejak dulu, dianggap juga telah menguasainya selama selang
waktu antara dulu dan sekarang, tanpa mengurangi pembuktian hal yang
sebaliknya. Untuk memenuhi waktu yang diperlukan untuk daluwarsa, dapatlah
seseorang menambah waktu selama ia berkuasa dengan waktu selama berkuasanya
orang yang lebih dahulu berkuasa dari siapa ia telah memperoleh barangnya, tak
peduli bagaimana ia menggantikan orang itu, baik dengan alas hak umum maupun
dengan alas hak khusus, baik dengan cuma-cuma maupun atas beban.
Orang yang
menguasai suatu barang untuk orang lain, begitu pula ahli warisnya, sekali-kali
tidak dapat memperoleh sesuatu dengan jalan daluwarsa, berapa lama pun waktu
yang telah lewat. Demikian pula seorang penyewa,
seorang penyimpan, seorang penikmat hasil, dan semua orang lain yang memegang
suatu barang berdasarkan suatu persetujuan dengan pemiliknya tak dapat
memperoleh barang itu. Mereka dapat memperoleh hak milik dengan jalan
daluwarsa, jika alas hak bezit mereka telah berganti, baik karena suatu sebab
yang berasal dari pihak ketiga maupun karena pembantahan yang mereka lakukan
terhadap hak milik. Mereka yang telah menerima suatu barang yang diserahkan
dengan alas hak yang dapat memindahkan hak milik oleh penyewa, penyimpan, dan
orang-orang lain yang menguasai barang itu berdasarkan suatu persetujuan dengan
pemiliknya dapat memperoleh barang tersebut dengan jalan daluwarsa. Daluwarsa
dihitung menurut hari, bukan menurut jam. Daluwarsa itu diperoleh bila hari
terakhir dari jangka waktu yang diperlukan telah lewat.
Seseorang yang dengan
itikad baik memperoleh suatu barang tak bergerak, suatu bunga, atau suatu
piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk dengan suatu bezit selama
duapuluh tahun, memperoleh hak milik atasnya dengan jalan daluwarsa. [2]Seseorang yang dengan
itikad baik menguasai sesuatu selama tigapuluh tahun memperoleh hak milik tanpa
dapat dipaksa untuk menunjukkan alas haknya. Suatu tanda alas hak yang batal
karena suatu cacat dalam bentuknya tidak dapat digunakan sebagai dasar suatu
daluwarsa selama duapuluh tahun. Itikad baik harus
5
selalu dianggap ada dan barangsiapa
mengajukan tuntutan atas dasar itikad buruk wajib membuktikannya. Cukuplah bila
pada waktu memperoleh sesuatu itu itikad baik itu sudah ada.
Sebagaimana telah
diterangkan dalam bagian tentang hukum perbendaan, seorang bezitter yang jujur
atas suatu benda yang tak bergerak ( dengan nama dipersamakan benda yang
tertulis atas nama ) lama kelamaan dapat memperoleh hak milik atas benda
tersebut. Apabila ia dapat menunjukkan suatu titel yang sah, maka dengan
lewatnya waktu dua puluh tahun lamanya sejak ia mulai menguasai benda tersebut,
ia menjadi pemilik yang sah dari benda tersebut. Misalnya, seorang yang membeli
sebidang tanah eigendom secara jujur dari seorang yang sebenarnya tidak berhak
untuk menjualnya. Setelah lewat dua puluh tahun jika selama itu tak pernah ada
suatu pihak yang membantah haknya akan menjadi pemilik yang sah juga atas tanah
itu. Sebelum waktu dua puluh tahun itu lewat, oleh Undang-Undang ia hanya
dianggap sebagai seorang bezitter yang jujur saja, jika ia memang
sungguh-sungguh mengira bahwa ia memperoleh hak milik itu dari seorang yang
berhak memindahkan hak milik tersebut.
Dengan lewatnya waktu
tiga puluh tahun, malahan bezitter yang jujur tersebut tidak diharuskan
mempertunjukkan sesuatu titel lagi, artinya ia dapat menolak tiap tuntutan
dengan hanya menunjukkan bezitnya selama tiga puluh tahun
berturut-turut, dengan tidak pernah mendapat gangguan, dan ia akan dianggap
telah memperoleh hak milik yang sah juga.
Teranglah,
bahwa segala apa yang diterangkan diatas ini, tidak berlaku bagi barang yang
bergerak, karena terhadap barang yang bergerak ini berlaku pasal 1977 BW yang
menetapkan, bahwa [3]
bezit berlaku sebagai suatu titel yang sempurna, dengan
itu dimaksudkan bahwa siapa saja yang dengan jujur memperoleh suatu barang
bergerak dari seorang beziterm seketika itu juga memperoleh hak milik atas
barang itu.
6
Selain apa
yang diterangkan diatas, yaitu lewat waktu sebagai cara untuk memperoleh hak
milik atas suatu benda ( acquisitieve verjaring ) ada suatu akibat dari
lewatnya waktu, yaitu seorang dapat dibebaskan dari suatu penagihan atau
tuntutan hokum ( extinctive verjaring ). Oleh
Undang-Undang ditetapkan, bahwa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, setiap
orang dibebaskan dari semua penagihan atau tuntutan hukum. Ini berarti bila
seseorang di gugat untuk membayar suatu hutang yang sudah lebih dari tiga puluh
tahun lamanya, ia dapat menolak gugatan itu dengan hanya mengajukan bahwa ia
selama tiga puluh tahun belum pernah menerima tuntutan atau gugatan itu. Dengan
begitu, seorang bezitter yang tidak jujur juga dapat membela dirinya terhadap
suatu tuntutan hukum dengan mengajukan lewatnya waktu selama tiga puluh tahun
itu, meskipun sudah terang ia tidak akan menjadi pemilik benda yang menjaadi
perselisihan itu karena ia tidak jujur. Dan karena ia sendiri tidak dapat
menjadi pemilik dari benda tersebut, teranglah ia tidak akan berhak untuk
memindahkan benda itu secara sah pada orang lain.
Di samping pembebasan
secara umum dari semua penagihan atau tuntutan setelah lewat waktu tiga puluh
tahun tersebut diatas oleh Undang-Undang ditetapkan secara khusus bahwa
beberapa macam penagihan sudah hapus dengan lewatnya waktu yang pendek. Yang
dimaksudkan disini, ialah berbagai macam penagihan yang biasanya dalam waktu
yang singkat sudah dimintakan pembayaran. Misalnya rekening dokter atau
rekening toko. Rekening dokter harus ditagih dalam waktu paling lama dua tahun.
Rekening toko mengenai penjualan barang-barang untuk keperluan orang
sehari-hari, harus ditagihkan paling lambat lima tahun.
Dari daluwarsa atau verjaring
yang diterangkan diatas, harus di perbedakan “pelepasan hak“ atau “rechtsverwerking,“
yaitu hilangnya sesuatu hak bukan karena lewatnya waktu, tetapi karena sikap
atau tindakan seorang yang menunjukkan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan
sesuatu hak. Misalnya seorang memebeli suatu barang yang ternyata mengandung
suatu cacad yang tersembunyi. Jika ia tidak mengembalikan barang itu, tetapi
terus dipakainya, maka ia kehilangan haknya untuk menuntut ganti rugi dari si
penjual barang.
7
Ada kalanya
Undang-Undang memberikan hak hanya untuk suatu waktu tertentu. jangka waktu
seperti itu dinamakan “decheance“ atau “vervaltermijn“. Misalnya, hak reklame
diberikan untuk
waktu tiga puluh hari setelah penyerahan barangnya ( Pasal 1145 BW ).
Perbedaannya dengan “verjaring“ atau daluwarsa, bahwa “decheance“
pasti dan tidak dapat di cegah. Lagipula daluwarsa itu harus di kemukakan oleh
salah satu pihak, sedangkan decheance harus diindahkan oleh hakim
meskipun tidak diminta.
B.
Macam-macam Daluwarsa
Ada
dua macam Daluwarsa
(Verjaring) :
1.
Daluwarsa
Memperoleh (Acquisitieve Verjaring)
Daluwarsa Memperoleh (Acquisitieve
Verjaring)
adalah lewat waktu sebagai cara memperoleh hak milik atas suatu benda. Syarat
adanya daluwarsa ini harus ada itikad baik dari pihak yang menguasai benda
tersebut. Seperti
dalam Pasal 1963 KUH Perdata[4]:
“ Siapa yang dengan itikad baik, dan berdasarkan suatu
alas hak yang sah, memperoleh suatu benda tak bergerak, suatu bunga, atau suatu
piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk, memperoleh hak milik atasnya
dengan jalan daluarsa , dengan suatu penguasaan selama dua puluh tahun “.
“ Siapa yang dengan itikad baik menguasainya selama tiga
puluh tahun, memperoleh hak milik dengan tidak dapat dipaksa untuk
mempertunjukkan alas haknya”.
Seorang bezitter yang jujur atas suatu benda
ynag tidak bergerak lama kelamaan dapat memperoleh hak milik atas benda
tersebut. Dan apabila ia bisa menunjukkan suatu title yang sah, maka dengan
daluarsa dua puluh tahun sejak mulai menguasai benda tersebut.
2. Daluwarsa membebaskan (Extinctieve
Verjaring)
Daluwarsa membebaskan (Extinctieve
verjaring)
adalah seseorang dapat dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum.
Oleh Undang-Undang ditetapkan, bahwa
dengan
8
lewatnya
waktu tiga puluh tahun, setiap orang dibebaskan dari semua penagihan atau
tuntutan hukum. Ini berarti, bila seseorang digugat untuk mebayar suatu hutang
yang sudah lebih dari tiga puluh tahun lamanya, ia dapat menolak
gugatan itu dengan hanya mengajukan bahwa ia selama tiga puluh tahun belum
pernah menerima tuntutan atau gugatan itu.[5]
Pelepasan
lewat waktu seperti apa yang dijelaskan dalam pasal 1948 KUHPerdata yaitu
pelepasan lewat waktu dapat dilakukan secara tegas atau secara diam-diam.
Pelepasan secara diam-diam disimpulkan dari suatu perbuatan yang menimbulkan
dugaan bahwa seseorang tidak hendak menggunakan suatu hak yang telah
diperolehnya.
Pelepasan
Daluarsa dibagi menjadi dua, yaitu[6] :
a. Dilakukan secara Tegas
Seseorang
yang melakukan perikatan tidak diperkenankan melepaskan Daluwarsa sebelum tiba waktunya,
namun apabila ia telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dan waktu yang telah
ditentukan pula, maka ia berhak melepaskan Daluwarsanya.
b. Dilakukan secara Diam-diam
Pelepasan
yang dilakukan secara diam-diam ini terjadi karena si pemegang Daluwarsa tidak ingin mempergunakan
haknya dalam sebuah perikatan.
C.
Sebab-sebab
yang Menangguhkan Daluwarsa
Daluwarsa berlaku terhadap siapa saja,
kecuali terhadap mereka yang dikecualikan oleh Undang-Undang.
9
Daluwarsa tidak dapat mulai berlaku atau
berlangsung terhadap anak-anak yang belum dewasa dan orang-orang yang ada di
bawah pengampuan, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan Undang-Undang.
Daluwarsa tidak dapat terjadi di antara suami
istri. Daluwarsa tidak berlaku terhadap seorang istri selama ia berada dalam
status perkawinan:
1. bila tuntutan istri tidak dapat diteruskan,
kecuali setelah ia memilih akan menerima persatuan atau akan melepaskannya;
2. bila suami, karena menjual barang milik
pribadi istri tanpa persetujuannya, harus menanggung penjualan itu, dan
tuntutan istri harus ditujukan kepada suami.
Daluwarsa tidak berjalan:
1. terhadap piutang yang bersyarat, selama
syarat ini tidak dipenuhi;
2. dalam hal suatu perkara untuk menanggung
suatu penjualan, selama belum ada putusan untuk menyerahkan barang yang
bersangkutan kepada orang lain;
3. terhadap suatu piutang yang baru dapat
ditagih pada hari yang telah ditentukan, selama hari itu belum tiba.
Terhadap seorang ahli waris yang telah
menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk membuat pendaftaran harta
peninggalan tidak dapat dikenakan daluwarsa mengenai piutang-piutangnya
terhadap harta peninggalan.
Daluwarsa berlaku terhadap suatu warisan yang
tak terurus, meskipun tidak ada pengampu warisan itu.
Daluwarsa itu berlaku
selama ahli waris masih mengadakan perundingan mengenai warisannya.
10
D.
Sebab-sebab
yang Mencegah Daluwarsa
Daluwarsa dicegah bila
pemanfaatan barang itu dirampas selama lebih dari satu tahun dari tangan orang
yang menguasainya, baik oleh pemiliknya semula maupun oleh pihak ketiga.
Daluwarsa itu dicegah
pula oleh suatu peringatan, suatu gugatan, dan tiap perbuatan-perbuatan berupa
tuntutan hukum, masing-masing dengan pemberitahuan dalam bentuk yang telah
ditentukan, ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dalam hal itu atas nama
pihak yang berhak, dan disampaikan kepada orang yang berhak dicegah memperoleh
daluwarsa itu.
Gugatan di muka hakim yang tidak berkuasa,
juga mencegah daluwarsa. Namun daluwarsa tidak dicegah bila peringatan atau
gugatan dicabut atau dinyatakan batal, entah karena penggugat menggugurkan tuntutannya,
entah karena tuntutan itu dinyatakan gugur akibat daluwarsanya.
Pengakuan akan hak seseorang yang terhadapnya
daluwarsa berjalan, yang diberikan dengan kata-kata atau dengan perbuatan oleh
orang yang menguasainya atau dibitur juga mencegah daluwarsa.
Pemberitahuan kepada salah seorang debitur
dalam perikatan tanggung-menanggung, atau pengakuan orang tersebut, mencegah
daluwarsa terhadap para debitur lain, bahkan terhadap para ahli waris mereka
pula. Pemberitahuan kepada ahli waris salah seorang debitur dalam perikatan tanggung-menanggung, atau pengakuan ahli waris tersebut
tidaklah mencegah daluwarsa terhadap para ahli waris debitur lainnya, bahkan
juga dalam hal suatu utang hipotek, kecuali untuk bagian ahli waris tersebut. Dengan
pemberitahuan atau pengakuan itu maka daluwarsa terhadap para debitur lain
tidak dicegah lebih lanjut, kecuali untuk bagian ahli waris tersebut. Untuk
mencegah daluwarsa seluruh utang terhadap para debitur lainnya, perlu ada suatu
pemberitahuan kepada semua ahli waris atau suatu pengakuan dari semua ahli
waris itu. Pemberitahuan yang dilakukan kepada debitur utama atau pengakuan
yang diberikan oleh debitur utama mencegah daluwarsa terhadap penanggung utang.
Pencegahan daluwarsa yang
11
dilakukan oleh salah seorang kreditur dalam suatu
perikatan tanggung-menanggung berlaku bagi semua kreditur lainnya.
E.
Penghitungan Daluwarsa
Ketentuan yang mengatur mengenai kapan dimulainya penghitungan jangka
waktu daluwarsa terdapat di dalam Pasal 79 KUHPidana[7]. Bunyi pasal tersebut adalah sebagai
berikut:
“Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan,
kecuali dalam hal-hal berikut:
1. Mengenai pemalsuan atau perusakan mata
uang, tenggang mulai berlaku pada hari sesudah barang yang dipalsu atau mata
uang yang dirusak digunakan oleh si pembuat;
2. Mengenai kejahatan tersebut dalam Pasal
328, 329, 330, dan 333, tenggang dimulai pada ahri sesudah orang yang langsung terkena
kejahatan dibebaskan atau meninggal dunia;
3. Mengenai pelanggaran tersebutPasal 556
sampai dengan Pasal 558a, tenggang dimulai pada hari sesudah daftar-daftar yang
memuat pelanggaran-pelanggaran itu, menurut aturan-aturan umum yang menentukan
bahwa register-register burgerlijke stand harus dipindah ke kantor panitera
suatu pengadilan, dipindah ke kantor tersebut.”
Dalam hal ini maka jelas bahwa aturan umum
yang berlaku mengenai daluwarsa adalah bahwa jangka waktu daluwarsa harus mulai
dihitung pada hari sesudah delik dilakukan. Penghitungan daluwarsa yang demikian
juga berlaku bagi pelaku penyerta lainnya (deelnemers). Jan Remmelink
berpendapat bahwa istilah “perbuatan” dalam rumusan Pasal 79 KUHPidana, atau dalam Pasal 71 Sr. harus dimaknai
sebagai feit (tindak pidana/delik). Sehingga untuk dimulainya jangka waktu
penghitungan daluwarsa, seluruh unsur dari perumusan delik harus
12
terpenuhi, atau apabila dalam delik materil, artinya bukan waktu
tindakan dilakukan, tapi justru saat munculnya akibat dari tindak tersebut.[8]
Mengenai waktu kapan dimulainya penghitungan
jangka waktu daluwarsa memang masih terjadi perdebatan. Wirjono Prodjodikoro
dan Hazewinkel Suringa berpendapat, bahwa penghitungan daluwarsa dimulai pada
hari akibat tindak pidana itu terjadi. Adapun Pompe berpendapat bahwa tenggang
daluwarsa dimulai pada waktu perbuatan dilakukan. Eva Achjani Zulfa berpendapat
bahwa dalam menghitung mulainya daluwarsa, yang harus diperhatikan adalah wakna
dari “perbuatan”. Sebagian ahli hukum lain seperti Van Bemmelen dan Tresna
memandang bahwa makna perbuatan atau feit ini adalah perbuatan fisik, sehingga
penghitungan daluwarsa ini harus dilakukan sehari setelah perbuatan dilakukan.[9]
F.
Penghentian Daluwarsa (Stuiting van de
verjaring)
Pasal 80 KUHP mengatur bahwa penghitungan
daluwarsa yang sudah berjalan dapat dihentikan. Setiap upaya penuntutan (daad
van vervolging) menghentikan (stuiten) daluwarsa, sepanjang pihak
yang dituntut diketahui identitasnya atau menurut Undang-Undang sudah dipanggil
atau diberitahukan kepadanya menurut cara-cara yang ditentukan dalam aturan
umum (algemeene verordening). Istilah upaya penuntutan ini ditafsirkan
secara sempit, yaitu tidak meliputi segala tindakan dari Jaksa, tetapi hanya
tindakan yang betul-betul merupakan penuntutan, yaitu menyerahkan perkaranya
kepada pengadilan dan tindakan-tindakan tertentu dari jaksa kemudian selama
pemeriksaan di muka hakim berjalan, seperti misalnya permintaan jaksa supaya
terdakwa ditahan sementara. Yang tidak termasuk perbuatan penuntutan adalah tindakan jaksa yang dalam taraf pengusutan
perkara pidana,jadi sebelum penyerahan perkara kepada hakim.[10]
13
Jan Remmelink mengemukakan pendapat
yang lain bahwa apa yang dimaksud upaya penuntutan harus dimengerti setiap
tindakan formil prakarsa Hakim, untuk dalam masa sebelum eksekusi putusan,
mencapai suatu putusan peradilan, dari sudut pandang OM termasuk di dalamnya
surat dakwaan atau penuntutan, permohonan untuk memulai pemeriksaan pendahuluan
di pengadilan (gerechtelijk vooronderzoek) atau perintah penahanan dan
penahanan demi kepentingan eksekusi, penetapan waktu pemeriksaan berikutnya
setelah penundaan, termasuk vonis. Di samping tindakan-tindakan hakim dalam
persidangan tersebut, harus juga dicakupkan ke dalamnya tindakan
hakim-komisaris sewaktu pemberian instruksi, termasuk penyelesaian atau
penuntasan pemeriksaan pendahuluan oleh Pengadilan. Namun, tindakan-tindakan
penyidikan (opsporingsdaden), tidak termasuk ke dalamnya.
Kemudian Pasal 80 ayat (1) KUHP
menentukan bahwa sesudah suatu daluwarsa dihentikan, maka penghitungan
jangka waktu daluwarsa ditiadakan, dan jangka waktu tersebut harus dihitung
dari awal lagi, atau dimulai tenggang daluwarsa baru. Soal kapan menentukan
perhitungan jangka waktu daluwarsa akan terhenti, Hoge Raad telah memutuskan
pada tnggal 11 Desember 1979, NJ 1980, 158, bahwa penghitungan jangka waktu
daluwarsa akan dihentikan pada saat Terdakwa mengetahui adanya tindakan yang
menghentikan perhitungan daluwarsa.[11]
Simmons berpendapat suatu stuiting
atau pencegahan itu berakibat bahwa semua waktu dari jangka waktu daluwarsa
yang telah ebrjalan menjadi tidak ada, sesuai dnegan bunyi Pasal dalam KUHP,
yang menyatakan bahwa setelaha danya suatu stuiting itu dimulailah suatu jangka
waktu daluwarsa yang baru. Mengenai hal yang dapat mengakibatkan terjadinya
penghentian daluwarsa, Simmons berpendapat bahwa pada dasarnya setiap tindakan
penuntutan dapat menghentikan daluwarsa, dengan syarat bahwa tindakan itu
diketahui oleh orang yang dituntut atau akta-akta yang biasa dipergunakan di
dalam peradilan bagi penuntutan tersebut ditandatangani oleh yang bersangkutan.
Setiap tindakan
penuntutan tersebut juga ahrus merupakan suatu tindakan dari pihak Kejaksaan
sebagai lembaga yang berwenang untuk
14
melakukan penuntutan, dan tidak cukup apabila tindakan itu merupakan
suatu tindakan pemeriksaan dari penyidik semata.[12]
G.
Pengaruh Lampau Waktu Terhadap Gugatan
Perbedaan Antara Kadaluwarsa Dan Lampau Waktu
Hukum barat mengenal pengertian kedaluwarsa. Dalam
buku Keempat BW antara lain diatur tentang kedaluwarsa:
Dalam hukum barat ada
dua macam kedaluwarsa yaitu:
1. Yang menyebabkan seseorang dibebaskan
dari suatu kewajiban atau yang menyebabkan hak menuntut seseorang menjadi
gugur. Dalam bahasa latinnya disebut Praescriptio, sedangkan dalam
bahasa Belanda disebut Extinctieve verjaring.
2. Yang menyebabkan seseorang memperoleh
suatu hak tertentu. Kedaluwarsa ini mengharuskan adanya itikad baik dari orang
yang akan memperoleh hak tersebut. Dalam bahasa Latinnya disebut Usucapio,
sedangkan dalam bahasa belanda
disebut Acquisiteve verjaring.
Perihal Praescriptio
diatur dalam staatsblad (Stbl) 1983, No. 41 yang mengatur perihal kedaluwarsa
utang piutang, Pasal 835 BW mengatur perihal kedaluwarsanya hak untuk menggugat
bagian suatu warisan, dan buku keempat bab ketujuh bagian ketiga BW, yang untuk
jelasnya ditunjuk pada pasal-pasal tersebut.
Tentang Usucapio diatur
antara lain dalam buku keempat bab ketujuh bagian kedua BW. Kedaluwarsa adalah
semacam upaya hukum, sehingga tentang adanya kedaluwarsa harus dikemukakan oleh
pihak lawan dalam jawabannya. Apabila hal itu tidak dikemukakan, maka
kedaluwarsa tidak berlaku secara otomatis, dengan lain perkataan hakim “harus
tinggal diam”, dan ia tidak diperkenankan untuk “karena jawaban” menyatakan
bahwa persoalan tersebut atau hak untuk menuntut telah kedaluwarsa.
15
Apabila dikemukakan
eksepsi bahwa hak untuk menuntut telah kedaluwarsa, dan alasan tersebut
ternyata berdasar, maka gugatan akan dinyatakan tidak dapat diterima. Namun
apabila eksepsi tersebut dianggap tidak berdasar, maka eksepsi tersebut akan
ditolak dan mengenai pokok
perkara akan di putus. Dalam hal yang pertama, putusan yang akan dijatuhkan
adalah putusan akhir, sedangkan dalam hal yang kedua yang dijatuhkan berupa
putusan sela.
Dalam hukum
adat tidak dikenal kedaluwarsa dalam arti hukum barat, yang dasarnya adalah
karena lampaunya waktu tertentu ialah 2,5 atau dua puluh tahun lalu timbul
kedaluwarsa, melainkan pengaruh lampau waktu menyebabkan dalil yang menjadi
dasar gugat sesuatu perkara sudah tidak dapat dibuktikan lagi, karena
saksi-saksinya kesemuanya telah wafat atau kalaupun mereka masih hidup, mereka
sudah jompo atau pikun, sehingga tidak dapat memberi keterangan yang berharga.
Dalam praktek
sering pula terjadi, bahwa pengaruh lampau waktu, misalnya oleh karena yang
bersangkutan telah sekian lama, misalnya dua puluh tahun lebih, tidak
mengajukan sesuatu gugatan atau tidak pula pernah menganggap Kepala Desa/Kepala
Adat setempat dengan permintaan agar persoalannya “dibereskan”, hal itu lalu
dianggap sebagai suatu persangkaan Hakim, bahwa sesungguhnya yang bersangkutan
tidak berhak atas tanah/sawah sengketa.
Di dalam hukum
adat yang tidak tertulis hal lampaunya waktu misalnya akan berakibat bahwa
kedudukan yang sebenar-benarnya mengenai sesuatu hal sudah tidak dapat
diketahui lagi dengan pasti karena terjadi “dahulu” sekali, saksi-saksi sudah
tidak ada lagi yang dapat memberi keterangan yang berguna, kalau masih ada,
mereka sekedar merupakan saksi-saksi de auditu.
Menurut
Prof.Mr. B. Ter Haar Bzn, pengaruh lampau waktu dapat berakibat:
1. Bahwa suatu hutang oleh karena dibiarkan
terlampau lama tidak ditagih lagi, atau hak seseorang ahli waris untuk menuntut
menjadi hapus oleh karena ia sekian lama telah tinggal diam, meskipun ia tidak
diikutsertakan dalam perjanjian jual-beli yang merupakan bagian dari warisan tersebut.
2. Bahwa oleh karena pengaruh lampau waktu
hal itu dianggap sebagai persangkaan untuk menganggap ada atau menganggap telah
hilang suatu hak atau suatu fakta hukum.
16
Bukti perlawanan dapat
diajukan, akan tetapi kalau tidak diajukan hal tersebut dianggap telah
terbukti.
3.
Bahwa gugat dinyatakan tidak dapat diterima oleh karena didasarkan atas
hal-hal yang terjadi dahulu. Perkaraa telah kadaluwarsa, merupakan perkara
lama.
Bahwa sampai
di mana pengaruh lampau waktu berakibat terhadap suatu gugatan harus ditinjau
dari kasus ke kasus dan selalu harus diperhatikan perkembangan masyarakat di
mana kasus tersebut terjadi.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Contoh Kasus[13]
Bentuk
Daluarsa
Bentuk
daluarsa terdiri dari atas, daluarsa memperoleh dan daluarsa membebaskan.
Daluarsa memperoleh adalah suatu upaya dengan lewatnya suatu waktu dan dengan
syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang untuk memperoleh
sesuatu. Sedengkan daluarsa membebaskan adalah suatu upaya dengan lewatnya
suatu waktu dan dengan syarat tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang
untukmembebaskan diri dari suatu hutang .Daluarsa memperoleh bergandengan
dengan daluarsa membebaskan.
Contoh kasus:
Apabila A mengganggu pemilik tanah B, maka baru sesudah tiga puluh tahun A
asal kedudukan berkuasanya memenuhi syarat dari pasal 2000 dst.menjadi pemilik.
Selama tiga puluh tahun itu B mempunyai tuntutan
atas A yaitu bahwa A ke luar dari tanah itu, bahwa ia mengakhiri gangguan itu.
Pada saat A menjadi pemilik hapuslah tuntutan B itu.
Jangka
waktu tiga puluh tahun itu untuk kedua macam daluarsa tersebut berakhir pada
saat yang sama. Tetapi kebalikannya tidak selalu demikian. Saat mulainya
daluwarsa membebaskan tidak selalu sama dengan saat mulainya daluwarsa
memperoleh.Karena apabila B sesudah miliknya dilanggar berdiam diri selama tiga
puluh tahun ia tidak dapat lagi memajukan tagihan atas A. Tetapi ini sama
sekali tidak berarti bahwa A sekarang menjadi pemilik.
18
Untuk itu
mestilah dipenuhi berbagai macam syarat satu daripadanya sudah disebutkan,yaitu
bahwa A pada saat ia memasuki tanah itu, mengira ia berhak untuk itu. Dengan
tidak menuntut A selama tiga puluh tahun, hilanglah tuntutan hukum B terhadap A.
Apabila kedudukan berkuasa dari A memenuhi syarat dari pasal 2000 dst,maka
hilang pulalah milik B dan A sekarang menjadi pemilik.
Untuk
daluwarsa membebaskan, sepanjang mengenai tagihan yang objeknya adalah benda
yang jenisnya saja ditentukan ataupun suatu prestasi bentuk berbuat sesuatu
atau tidak
berbuat sesuatu maka orang yang hapus kewajibannya pada pokoknya tidak
memperoleh sesuatu.Juga tidak untuk tagihan perorangan yang berhubungan dengan
suatu barang tertentu.
Contoh kasus:
A membeli rumah dari B, B tidak menyerahkanya, Sesudah tiga puluh tahun A
tidak dapat lagi memajukan tuntutan penyerahan.Kedudukan hukum dari B
berubah,yaitu bahwa ia dibebaskan dari hutang.Kedudukan miliknya tidak berubah
ia tetap menjadi pemilik.
BAB IV
SIMPULAN
1.
Daluwarsa ialah suatu sarana hukum untuk
memperoleh sesuatu atau suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu perikatan
dengan lewatnya waktu tertentu dan dengan terpenuhinya syarat-syarat yang
ditentukan dalam undang-undang.
2.
Ada dua macam Daluarsa (Verjaring) :
a.
Daluwarsa Memperoleh (Acquisitieve Verjaring)
Daluwarsa Memperoleh (Acquisitieve
Verjaring) adalah lewat waktu sebagai cara memperoleh hak milik atas suatu
benda.
b.
Daluwarsa membebaskan (Extinctieve Verjaring)
Daluwarsa membebaskan (Extinctieve
verjaring) adalah seseorang dapat dibebaskan dari suatu penagihan atau
tuntutan hukum.
3.
Daluwarsa tidak dapat mulai berlaku
atau berlangsung terhadap anak-anak yang belum dewasa dan orang-orang yang ada
di bawah pengampuan, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang.
4.
Daluwarsa dicegah bila pemanfaatan
barang itu dirampas selama lebih dari satu tahun dari tangan orang yang
menguasainya, baik oleh pemiliknya semula maupun oleh pihak ketiga. Daluwarsa
itu dicegah pula oleh suatu peringatan, suatu gugatan, dan tiap
perbuatan-perbuatan berupa tuntutan hukum, masing-masing dengan pemberitahuan
dalam bentuk yang telah ditentukan, ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
dalam hal itu atas nama pihak yang berhak, dan disampaikan kepada orang yang
berhak dicegah memperoleh daluwarsa itu.
5.
Ketentuan yang mengatur mengenai
kapan dimulainya penghitungan jangka waktu daluwarsa terdapat di dalam Pasal 79 KUHPidana.
6.
Pasal 80 KUHP mengatur bahwa
penghitungan daluwarsa yang sudah berjalan dapat dihentikan. Setiap upaya
penuntutan (daad van vervolging) menghentikan (stuiten)
19
20
7.
daluwarsa, sepanjang pihak yang
dituntut diketahui identitasnya atau menurut Undang-Undang sudah dipanggil atau
diberitahukan kepadanya menurut cara-cara yang ditentukan dalam aturan umum (algemeene verordening).
8.
Bahwa sampai di mana pengaruh lampau
waktu berakibat terhadap suatu gugatan harus ditinjau dari kasus ke kasus dan
selalu harus diperhatikan perkembangan masyarakat di mana kasus tersebut
terjadi.
21
DAFTAR
PUSTAKA
Buku:
A. Pitlo, 1986, Pembuktian dan Daluwarsa, Jakarta, PT Intermasa
M.Yahya Harahap, 2006, Hukum Acara Perdata, Jakarta, Sinar Grafika
R.
Soesilo, 1988, Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Sukabumi, Politeia
R. Subekti dan R.
Tjitrosudibio, 2014, Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, Jakarta, Balai Pustaka
Retnowulan Sutantio
dan Iskandar Oeripkartawinata, 2009, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan
Praktek, Bandung, Cv Mandar Maju
Soedharyo Soimin, 2005, Kitab Undang-undang
Hukum Perdata, Jakarta, Sinar Grafika
Subekti, 2003, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta, PT Intermasa
Internet:
Melalui: < http://hery-shietra.blogspot.co.id/2014/01/daluarsa-lewat-waktu-peran-dan_10.html>
Data diunduh: Rabu,
25 November 2015, 17.00
Melalui: <http://dheyacuap-cuap88.blogspot.co.id/2009/01/makalah-hukum-perdata-
daluarsa.html Data
diunduh: Rabu, 25 November 2015, 17.15
3
[3] R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Balai Pustaka, Jakarta, 2014,
hlm, 495
[4] R. Subekti dan R.
Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, Balai Pustaka, Jakarta, 2014, hlm, 492
[6] Dheya, Makalah
Hukum Perdata Daluarsa, <http://dheyacuap-cuap88.blogspot.co.id/2009/01/makalah-hukum-perdata-daluarsa.html> Data diunduh: Rabu,
25 November 2015, 17.15
[13] Dheya, Makalah
HukumPerdata, <http://dheyacuap-cuap88.blogspot.co.id/2009/01/makalah-hukum-perdata-
daluarsa.html Data diunduh:
Rabu, 25 November 2015, 17.15
17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar