BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Hukum perdata adalah
serangkaian peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dan
oranglain, dengan menitik beratkan pada kepentingan individu atau perseorangan[1].
Sedangkan hukum dagang ialah hukum yang mengatur hubungan hukum antara
manusia-manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya, dalam lapangan
perdagangan[2]
Hukum perdata diatur dalam
KUHPerdata
dan Hukum dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Ini menunjukan hubungan
antara hukum perdata dan hukum dagang. Hukum perdata merupakan
hukum umum atau disebut juga lex generalis dan hukum dagang merupakan
hukum khusus atau disebut juga lex specialis. Dengan diketahuinya sifat dari kedua hukum tersebut, maka dapat disimpulkan hubungan antara hukum dagang (lex specialis) dan
hukum perdata (lex generalis).
Untuk mengatur hukum
dagang yang merupakan lex specialis maka hukumdagang dapat
mengesampingkan hukum perdata yang merupakan lex generalis. Ini
disimpulkan dari adagium Kitab Undang-Undang Hukum Dagang pasal 1: “Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap
hal-hal yang disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Hukum Perdata?
2. Apa Pengertian Hukum Dagang?
3. Bagaimana Sejarah Hukum Perdata?
4. Apa Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang?
C. Tujuan
1. Dapat mengerti apa itu Hukum Dagang
2. Dapat mengerti Hubungan antara Hukum Perdata dan Hukum Dagang
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Hukum Perdata, Hukum Dagang, dan Hukum Bisnis
Hukum Perdata menurut R. Subekti adalah segala hukum pokok yang mengatur
kepentingan seseorang.
Sudikno Mertokusumo menyebutkan bahwa hukum perdata adalah hukum antara
perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban orang perseorangan yang mengatur
hak dan kewajiban orang perseorangan yang satu terhadap yanglainnya dari dalam
hubungan kekeluargaan dan dalam pergaulan masyarakat yang pelaksanaannya
diserahkan pada masing-masing pihak.
Dapat disimpulkan bahwa hukum perdata adalah serangkaian peraturan
hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dan oranglain, dengan
menitik beratkan pada kepentingan individu atau perseorangan[3].
Hukum perdata menentukan
bahwa setiap orang harus menundukan diri pada semua norma yang harus merekai ndahkan.
Hukum perdata memberikan norma-norma yang didasarkan atas keadilan dan
kepantasan. Adapun yang dimaksud dengan hukum perdata dalam arti luas adalah
bahan hukum sebagaimana tertera dalam KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek),
KUHDagang beserta sejumlah undang-undang tambahan. Dalam arti sempit, hukum
perdata adalah semua hal yang tertera dalam KUHPerdata[4].
B. Pengertian Hukum Dagang
Sedangkan, hukum dagang
menurut C.S.T Kansil, adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang
turut melakukan perdagangan dalam usahanya memperoleh keuntungan. Dalam kata
lain mengatakan, hukumdagang ialah hukum yang mengatur hubungan hukum antara
manusia dan badan hukum satu sama lainnya, dalam lapangan perdagangan[5].
Van Apeldoom menganggap,
hukum dagang adalah suatu bagian istimewa darilapangan hukum perikatan (verbintenissenrecht)
yang tidak dapat ditetapkan dalm Buku III KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek)[6].
Purwositjipto, memandang
dari sudut hukum perdagangan, bahwa hukum dagang adalah hukum perdata khusus
(adagium lex specialis dan lex generalis, dari pasal 1 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang)[7].
Soekardono, mengemukakan
bahwa hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata padaumumnya, yakni yang
mengatur masalah perjanjian dan perikatan-perikatan yang diatur dalam buku III
BW. Hukum dagang adalah himpunan peraturan yang mengatur seseorang dengan orang
lain dalam kodifikasi kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Oleh karena itu, hukum dagang dapat pula dirumuskan sebagai
serangkaian kaidah yang mengatur tentang dunia usaha atau bisnis dan dalam lalu
lintas perdagangan[8].
Dapat disimpulkan bahwa
hukum dagang adalah ketentuan-ketentuan hukumperikatan yang timbul, khusus dari
lapangan perusahaan dalam lalu lintas perdagangan, baik pengaturannya dalam
KUHDagang dan Buku III KUHPerdata maupun yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan
RepublikIndonesia, yang disebut hukum bisnis atau business law.
Sumber-sumber hukum dagang di Indonesia diatur dalam,
1. Hukum tertulisyang dikodifikasikan:
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau
Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K.);
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau
Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan,
yakni peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang
berhubungan dengan perdagangan.
KUHD Indonesia sudah berumur kira-kira satu
abad yang lalu dibawa orang Belanda ke Indonesia,mula-mula ia hanya berlaku
bagiorang Eropa di indonesia (berdasarkan asas konkordasi). Kemudian juga
dinyatakan berlaku juga bagi orang-orang
Timur Asing, akan tetapi tidak berlaku seluruhnya untukorang-orang Indonesia
(hamya bagian-bagian tertentu saja).
KUHD yang mulai berlaku di Indonesia pada 1
mei 1848 terbagi atas dua Kitab dari 23 Bab, Kitab I terdiri dari 10 bab dan
kitab II terdiri dari 13 bab.
C. Sejarah Hukum
Perdata
Perjalanan sejarah
dari terbentuknya Burgerlijk Wetboek (BW) berawal dari lima puluh tahun sebelu
Masehi,yaitu pada saat Julius Caesar berkuasa di Eropa Barat, Hukum Romawi
telah berlaku di Perancis yang berdampingan dengan hukum Perancis Kuno yang
berasal dari Germania yang saling mempengaruhi.
Adapun
kodifikasi hukum perdata di Perancis baru berhasil diciptakan setelah Revolusi
Perancis (1785-1795), ketika pada tanggal 12 Agustus 1800 Napoleon membentuk
suatu panitia yang diserahi tugasmembuat kodifikasi.
Kodifikasi
hukum perdata Perancis harus selesai dibentuk pada tahun 1804 dengan nama Code
Civil des Francais yang mulai berlaku sejak tanggal 21 maret 1804. Setelah
diadakan sedikit perubahan, pada tahun 1807 diundangkan dengan nama Code
Napoleon, kemudian disebut dengan Code Civil Prancis. Sejak tahun
1811 hingga tahun 1838, setekah disesuaikan dengan keadaan di negeri Belanda, Code
Civil Prancis berlaku sebagai kitab undang-undang yang resmi dei negeri
Belanda karena Belanda berada dibawah jajahan Prancis.[9]
Setelah
berakhir kedudukan Prancis pada tahun 1813, berdasarkan Undang-Undang Dasar
negeri Belanda tahun 1814 (pasal 100) dibentuk suatu panitia yang bertugas
membuat rencan kodifikasi hukum perdata. Panitia ini yang diketuai
Mr.J.M.Kemper. Pada tahun 1816 oleh Kemper disampaikan kepada Raja suatu
rancangan kodifikasi hukum perdata, tetapi tidak diterima oleh para ahli hukum
bangsa Belgia. Setelah mengalami sedikit perubahan, rancangan itu disampaikan
kepada Perwakilan Rakyat Belanda pada tanggal 22 november 1920. Pada tahun 1822
rencana Kemper ditolak oleh Perwakilan Rakyat Belanda. Setelah Kemper meninggal
dunia pada tahun 1824, pembuatan kodifikasi dipimpin oleh Nicolai dengan metode
kerja yang baru, yaitu menyusun daftar pertanyaan tentang hukum yang berlaku yang
akan dinilai parlemen.
Setelah
diketahui pertanyaan mayoritas, panitia lalu menyusun rencana dan mengajukannya
ke parlemen untuk diputuskan. Pada tahun 1829 pekerjaan itu selesai dan
diakhiri dengan baik undang-undang yang awalnya terpisah, kemudian dihimpun
dalam satu kitab undang-undang, diberinomor urut, lalu diterbitkan, dan
ditetapkan tanggal 1 Februari 1831.
Muncul sebuah
persoalan ketika dalamperjalanan yang membawa kitab-kitab hukum itu terlambat
tiba di Indonesia sehingga menimbulka terhambatnya segala persiapan untuk
memberlakukan perundang-undangan yang baru tersebut. Oleh karena itu, dengan
Firman Raja tanggal 10 Februari 1847 Nomor 60 diberikan kuasa kepada Gubernur
Hindia Belanda untuk mengundurkan penetapan sat berlakunya peraturan hukum tersebut.
Pada akhirnya,
dengan suatu peraturan penjalan (invoeringverordening) yang bernama Bepalingen
omtrent de Invoering van en de Overgang tot de Niewe Wetgeving (Stb. 1848
No. 10) yang disingkat dengan Overgangsbepalingen (peraturan peralihan)
yang disusun oleh Mr. Wichers, kodifikasi hukum perdata (Burgerlijk Wetboek)
menjadi berlaku di Hindia Belanda pada tanggal 1 Mei tahun 1848.
Untuk itu,
sejarah perkembangan hukum perdata di Indonesia tidak terlepas dari sejarah
perkembangan ilmu hukum di negara Eropa lainnya. Artinya, perkembangan hukum
perdata di Indonesia dipengaruhi oleh perkembangan hukum dinegara-negara lain,
terutama yang mempunyai hubungan langsung. Indonesia sebagai negara yang berada
dibawah pemerintahan Belanda, tidak akan terlepas dari kebijakan yang terjadi
dan ditetapkan Belanda.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Hubungan Hukum
Dagang dengan Hukum Perdata
Adanya hubungan yang erat antara hukum dagang dan hukum perdata, dapat
diperhatikan dalam hubungan umum dan khusus, dipertegas oleh pembentuk
undang-undang dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Hal ini dinyatakan secara
jelas dalam Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang sebagai berikut:
“Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, selama dalam kitab Undang-Undang ini
terhadap Kitab undang-undang Hukum Perdata tidak diadakan penyimpangan khusus,
maka berlakujuga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam Kitab undang-Undang
ini.”
Demikian pentingnya pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tersebut
hingga prof. Soekardono mengatakan bahwa Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang “memelihara kesatuan antara Hukum Perdata dengan Hukum Dagang.”
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang
ini tidak pada tempatnya oleh karena sebenarnya Hukum Dagang tidaklah lain dari
hukum Perdata dan perkataan dagang bukanlah pengertian-hukum melainkan suatu
pengertian-perekonomian[10].
Di Nederland sekarang ini sudah ada aliran yang bertujuan untuk
menghapuskan pemisahan Hukum Perdata dalam dua Undang-Undang itu (bertujuan
menyatukan hukum perdata dan hukum dagang hanya dalam satu undang-undang saja).
Pada beberapa negara, seperti Amerika dan Swiss, tidaklah terdapat suatu
Kitab Undang-Undang Hukum dagang yang terpisah dari KUHS. Dahulu memang
peraturan-peraturan yang termuat dalam KUHD dimaksudkan berlaku bagi “pedagang”
saja, misalnya:
a. Hanyalah orang pedagang diperbolehkan membuat
wesel, dan
b. Hanyalah orang pedagang dapat dinyatakan
pailit; akan tetapi sekarang ini KUHD berlaku bagi setiap orang, juga bagi
orang yang bukan pedagang sebagaimana KUHS berlaku bagi setiap orang termasuk
juga seorang pedagang. Malahan dapat dikatakan, bahwa sumber yang terpenting
dari Hukum Dagang adalah KUHS. Hal ini memang dinyatakan dalam pasal 1 KUHD,
berbunyi:
“KUHS dapat
juga berlaku dalam hal-hal yang diatur dalam KUHD sekadar KUHD itu tidak khusus
menyimpang dari KUHS”
Hal ini berarti bahwa untuk hal-hal yang diatur dalam KUHD, sepanjang tidak
terdapat peraturang-peraturan khusus yang berlainan, juga berlaku peraturan-peraturan
KUHS.
Menurut Prof. Subekti, dengan demikian sudahlah diakui bahwa kedudukan KUHD
terhadap KUHS adalah sebagai Hukum khusus terhadap hukum umum[11].
Dapat disimpulan apabila Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus menyimpang dari kitab Undang-undang
Hukum Perdata, mengenai hubungan ini berlaku adagium Lex Specialis derogat
Lex Generalis (Hukum khusus menghapus hukum umum), bahwa hukum khusus dapat
dibuktikan lagi dari Pasal 1319, 1339, 1347, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
pasal 15, Pasal 396 KUHD. Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan kembali
menurut ilmu hukum, artinya hukum khusus dimenangkan darihukum umum bahwa
antara hukum dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdapat hubungan
yang erat sekali, yaitu terjadi hubungan antara hukum khusus (lex Specialis)
dan hukumumum (lex generalis).
Pembagian hukum privat dalam hukum perdata dan hukum dagang bukan pembagian
asasi, melainkan pembagian ini berdasarkan sejarah hukum dagang. Letak hukum
dagang dalam ruang lingkup hukum perdata adalah hukum perikatan yang menjadi
hukum harta kekayaan selain hukum kebendaannya. Hukum dagang dimasukkan kedalam
bagian hukum perikatan dan bukan hukum kebendaan karena tindakan-tindakan
manusia dalam urusan dagang sehingga dengan sendirinya hukum dagang mengatur
hak dan kewajiban antara pihak yang bersangkutan. Adapun hukum yang mengatur
hak dan kewajiban antara para pihak disebut perikatan. Oleh karena itu hukum
dagang termasuk pada hukum perikatan. Seperti halnya dalamketentuan 1319 Kitab
undang-Undang Hukum Perdata bahwa semua perjanjian baik bernama maupun tidak
bernama tunduk padaketentuan umum (KUHPerdata), jika pengaturannya tidak terdapat
pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang,
Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan “Semua perjanjian
baik yang bernama maupun tidak bernama tunduk pada ketentuan-ketentuan umum
yang termuat dalam, bab ini dan bab yang lain.” Dalam hal ini, yang dimaksud
dengantunduk pada ketentuan-ketentuan umum tersebut, yaitu
perjanjian-perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dalam arti bahwa
ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
berlaku juga pada perjanjian-perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang
hukum Dagang.
Apabila KUHDagang tidak mengatur secara khusus, misalnya tentang
syarat-syarat umum untuk sahnya suatu perjanjian, dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang tidak ada hal seperti itu, maka secara yuridis maka berlaku
KUHPerdata. Misalnya, menurut Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan suatu
persetujuan adalah suatu perbuatan yang terjadi antara satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih.
Mariam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa di dalam hukum perjanjian ada
duabelas asas, yaitu[12]
1.
Asas kebebasan mengadakan perjanjian
2.
Asas konsensualisme (persesuaian kehendak)
3.
Asas kebiasaan
4.
Asas kepercayaan
5.
Asas kekuatan mengikat
6.
Asas persamaan hukum
7.
Asas keseimbangan
8.
Asas kepentingan umum
9.
Asas moral
10. Asas kepatuhan
11. Asas perlindungan bagi golongan lemah
12. Asas sistem terbuka
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab
Undang-Undang hukum Dagang dalam kodifikasinya secara terpisah, Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata memiliki sejarah yang lebih tua daripada Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang.
Hubungan antara hukum dagang dan hukum ekonomi dapat diketahui bahwa
hukumdagang indonesia merupakan terjemahan dari Wetboek van Koophandel
Belanda dan berkaitan dengan diundangkannya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Indonesia sejak tahun 1848. Oleh karena itu, konsep pemikiran hukum dagang Indonesia
merupakan konsep pemikiran ekonomi liberal yang masih berlaku pada tahun 1848,
yang belum dipengaruhi aliran sosialisme yang baru timbul pada akhir abad 19
atau awal abad ke-20. Hukum dagang hanya menjelaskan pranata-pranata hukum
pengaturannya pada masa lalu, mengenai pengaturan didalam suasana kolonial
dengan sistem ekonomi yang belum terarah, dan hukum dagang tidak dapat
menerangkan mengapa ada perbedaan perbedaan peraturan antara kredit usaha
mikro, kecil, dan menengah. Akan tetapi Hukum Dagang dapat memberikan
pengertian dasar yang diperlukan untuk dapat mempelajari hukum ekonomi
Indonesia.
BAB IV
SIMPULAN
A. Simpulan
Hukum dagang awalnya berinduk pada hukum
perdata. namun lama-kelamaan hukum dagang mengkodifikasi aturan-aturan hukumnya
sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yg skrg telah
berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Ini menunjukan hubungan
antara hukum perdata dan hukum dagang. Hukum perdata merupakan
hukum umum atau disebut juga lex generalis dan hukum dagang merupakan
hukum khusus atau disebut juga lex specialis. Dengan diketahuinya sifat dari kedua hukum tersebut, maka dapat disimpulkan hubungan yang sangat erat antara hukum dagang (lex
specialis) dan hukum perdata (lex generalis).
Hukum
Dagang adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hukum perikatan, karena hukum
perikatan adalah hukum yang terdapat dalam masyarakat umum maupun dalam perdagangan
DAFTAR PUSTAKA
C.S.T. Kansil, Hukum Dagang Indonesia, Sinar
Grafika, Jakarta, 1994
C.S.T. Kansil, Pengantar
Ilmu Hukum dan Tata Hukum, Jakarta, Prestasi Pustaka Publisher, 2006
Pipin Syarifin,
Dedah Jubaedah, Hukum Dagang Di Indonesia, Bandung, CV Pustaka Setia,
2012
Neng Yani Nurhayani, Hukum Perdata,
Bandung, CV Pustaka Setia, 2015
Achmad Ichsan, Hukum Dagang, Jakarta,
Pradnya Paramit, 1987
[1] C.S.T. Kansil, Pengantar
Ilmu Hukum dan Tata Hukum, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2006, hlm.
199
[5] Pipin Syarifin, Dedah
Jubaedah, Hukum Dagang Di Indonesia, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012,
hlm. 16
[12] Pipin Syarifin, Dedah
Jubaedah, Hukum Dagang Di Indonesia, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012,
hlm 21
Terimakasih sangat membantu
BalasHapus